Ada yang Janggal di Perpanjangan SIM Corner Surabaya, Diduga Tes Kesehatan dan Psikotes jadi Permainan Pihak-pihak Tertentu

Teks foto: Sim Corner BG Junction Surabaya/RMOLJatim
Teks foto: Sim Corner BG Junction Surabaya/RMOLJatim

Para pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM) di wilayah Satlantas Polrestabes Surabaya mengeluhkan mahalnya biaya perpanjangan SIM. 


Hal ini diakui salah seorang pemohon, sebut saja NA, warga Surabaya Barat yang mengaku harus mengeluarkan biaya 2 kali lipat. 

"Ya lima tahun lalu tidak begitu. Perpanjangan tinggal bayar SIM saja. Kalau sekarang ada biaya tes kesehatan, psikotes, dan fotokopi," terang NA saat mengajukan perpanjangan SIM A/C di SIM Corner BG Junction, Senin (28/11).

Sejauh ini pemohon harus mengikuti dua tahapan yang berlaku untuk mendapatkan SIM, yakni tes kesehatan jasmani atau kir dokter dan kesehatan rohani atau tes psikologi.

Tujuan tes tersebut dimaksud untuk menilai beberapa aspek dalam meminimalisir risiko saat berkendara. Mulai dari kemampuan konsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan penyesuaian diri, stabilitas emosi, serta ketahanan kerja.

Biaya tes jasmani dipatok Rp 45.00p untuk permohonan satu SIM. Bila pemohon mengajukan SIM A/C biaya dipatok Rp 85.000. Sementara biaya tes psikologi dikenakan Rp 50.000 untuk satu pemohon SIM. Untuk  penerbitan dua jenis SIM jadi Rp 100.000.

Sayangnya, hal ini tidak sesuai dengan besarnya yang dikeluarkan pemohon pada tes kesehatan jasmani dan psikotes yang diikuti pemohon. 

Kesannya ini sekedar formalitas untuk mencari keuntungan dari pemohon SIM. Pasalnya biaya yang dikeluarkan untuk pemohon SIM cukup besar untuk ukuran tes jasmani dan psikologi. 

"Lucu saja. Untuk tes kesehatan jasmani dan psikotes bagi pemohon SIM A/C dipatok dua kali biayanya. Padahal orangnya satu. Dites dalam waktu bersamaan. Fungsinya juga sama. Kenapa harus bayar dua. Kecuali tes dilakukan di waktu berbeda, mungkin ceritanya lain lagi. Ini hasilnya sama. Bedanya hasil tes dipakai untuk kategori SIM A dan C. Masyarakat kita dibodohi saja," terang NA.

Pantauan Kantor Berita RMOLJatim, dalam tes kesehatan jasmani dan tes psikologi ada yang janggal. Diketahui kedua tes tersebut dilakukan bukan oleh ahlinya. 

Untuk tes kesehatan jasmani di SIM Corner BG Junction dilakukan oleh dua perempuan muda dan satu laki-laki. Tes pertama mengukur berat badan. Tes ini ala kadarnya saja. Pemohon ditimbang badannya. Bagi pemohon yang mengenakan jaket, tas, sepatu atau sandal, tidak perlu dilepas. 

Kata petugas perempuan, nanti beratnya dikurangi dengan barang bawaan. Sedikit agak aneh dan terkesan asal-asalan. 

Tes kedua membaca buku buta warna. Tes ini dilakukan oleh petugas laki-laki. Dia menunjukkan urutan warna dan nomer dalam buku tersebut. Entah apa yang terjadi jika di antara pemohon ada yang buta warna. Mungkin bayarnya dua kali lipat agar dapat lolos tes. 

Tes berikutnya adalah membaca huruf. Awalnya pemohon ditanyakan apakah mengenakan kacamata atau tidak. Pada tes ini pemohon kemudian diminta membaca satu persatu huruf dari yang besar hingga terkecil. Di situ nanti akan menjadi pertimbangan kelulusan. 

Lalu ada tes pendengaran. Pemohon diperdengarkan suara dengung. Tapi karena ini hanya formalitas, semua pemohon dinyatakan lulus dan mendapat surat keterangan dari Dokter Rachmat Arisatoto sebagai dokter pemeriksa. Mengapa begitu, karena pada saat tes ada yang tekanan darahnya mencapai 150 namun di surat dokter ditulis 130. Artinya normal dan dinyatakan lulus. 

Yang aneh justru keberadaan Dokter Rachmat Arisatoto. Pasalnya, saat tes kesehatan jasmani dilakukan pada puluhan pemohon, dokter tersebut tidak ada di tempat. Adapun surat keterangan dokter yang keluar diduga telah dipalsukan. Ada indikasi dokter yang bersangkutan namanya sekedar dicatut.

"Kalau memang tujuan tes  dimaksud untuk menilai beberapa aspek dalam meminimalisir risiko saat berkendara, kok tes ini kesannya asal-asalan. Bahkan analisa dokter tidak dilakukan oleh ahlinya. Nama dokter sekedar dicatut saja. Praktiknya dilakukan oleh orang-orang tidak berkompeten," jelas NA. 

Hal yang sama juga terjadi pada tes psikologi. Sebelum mengisi ujian tes psikologi, pemohon diminta untuk mengisi "keterangan hasil tes kesehatan rohani untuk pemohon SIM" yang sudah distempel dan ditandatangani Uswaton Fitroh, S.Spi, M. Psi, Psikolog. Dalam surat ini tercantum nama Musa Perkasa Berjaya Konsultan Psikologi dengan alamat Graha Atika, Lt 5, Jalan Buncit Raya, no 7, Jakarta Selatan.

Surat yang sudah diisi kemudian dikembalikan pada pemohon SIM dengan hanya dilingkari di tulisan "memenuhi syarat". Itu pun setelah pemohon mengisi materi ujian. 

Dua tahapan dalam perpanjangan SIM ini banyak dikeluhkan para pemohon. Selain biaya yang dikeluarkan lebih besar dari biaya SIM, diduga tahapan tes kesehatan jasmani dan tes psikologi diduga jadi ajang permainan pihak-pihak tertentu untuk mengeruk keuntungan.[bersambung]