Presiden Jokowi Instruksikan Tindak Tegas Mafia Tanah, Nah Bagaimana Kasus di Lebong?

Penyerahan sertifikat tanah/Ist
Penyerahan sertifikat tanah/Ist

Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional agar menindak tegas dan tidak diberi ampun mafia tanah yang merugikan masyarakat.


Hal ini disampaikan Presiden Jokowi pada Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat Tahun 2022 di Istana Negara, Kamis (1/12/2022).

"Saya sudah sampaikan ke pak menteri, sudah pak, jangan beri ampun yang namanya mafia tanah. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, yaitu rakyat kalau sudah menyangkut tanah itu mengerikan pak, bisa berantem, saling bunuh," tegas Presiden Jokowi.

Jokowi juga meminta sengketa tanah dapat segera diselesaikan dengan memberikan sertifikat kepada masyarakat, sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah kepada rakyat.

Kegiatan ini juga diikuti oleh Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang menyerahkan 300 Sertipikat Tanah bersama Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bengkulu Sukiptiyah.

Gubernur Rohidin mengapresiasi Kementerian ATR/BPN yang secara berjenjang kepada Kakanwil, kemudian kantor pertanahan kabupaten/kota, sehingga program ini berjalan dan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

"Saya minta ini dimanfaatkan dengan baik program ini, saya sudah bicara dengan ibu kanwil, bagaimana bupati/walikota bagaimana mendukung ketersediaan anggaran untuk bagaimana persoalan redistribusi itu bisa diselesaikan," jelas Gubernur Rohidin.

Gubernur Rohidin juga terus memperjuangkan agar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dapat dibebaskan dari masyarakat dapat pengurusan sertipikat tanah. Menurutnya, hal ini membebani masyarakat karena ada biaya BPHTB.

"Saya akan bersurat lagi Bupati/Walikota agar bisa menggratiskan atau meniadakan BPHTB, kalau ini dilakukan dampaknya akan sangat baik, dari pada kita memungut dapat uang langsung untuk apa, tetapi masyarakat terhambat," terang Gubernur Rohidin.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bengkulu Sukiptiyah menjelaskan pada penyerahan sertipikat tanah ini total seluruh Indonesia yang diserahkan oleh Presiden adalah 1.552.450 sertipikat yang termasuk di dalamnya Provinsi Bengkulu.

"Alhamdulillah kami punya target, kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kurang lebih 22.886 sertipikat, untuk redistribusi 1.432 sertipikat, untuk yang PTSL hampir 96 sudah kelar ya. Memang tidak dibagi hari ini semuanya, yang bisa dibagi hari ini sekitar 8.000. Untuk yang kita bagi hari ini secara simbolis ada 10 secara total 300 dibagi di sini oleh pak Gubernur," jelas Sukiptiyah.

Terkait itu, kasus dugaan sindikat mafia tanah yang menyasar lahan sejumlah warga bergulir di Polda Bengkulu dan Polres Lebong, namun terdapat kejanggalan dan diduga tebang pilih.

Dua laporan itu berkutat pada persoalan adanya upaya 'penjarahan' berupa balik nama kepemilikan tanah yang tanpa diketahui oleh korban.

Masing-masing lahan tersebut berada di sejumlah titik di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang.

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu pada tahun 2021 lalu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, namun tak ditahan dan disidang. 

Padahal, penyidik telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.

Masing-masing, SA selaku Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Rimbo Pengadang, DS mantan Dirut PT KHE, dan oknum perwira Polres Lebong berinisial AL.

Tak hanya itu, pada tahun 2022 ini giliran Polres Lebong menetapkan H sebagai tersangka. 

Menariknya, dalam dua perkara ini tiga tersangka yang ditetapkan di Polda Bengkulu tidak ditahan dan diproses. Sementara, untuk tersangka H diproses bahkan disidang di PN Tubei.

Selain itu, H juga diperiksa ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Bengkulu. Pemeriksaan ini karena diduga terdapat kejanggalan dalam penetapan sebagai tersangka tunggal dalam perkara dugaan sindikat mafia tanah pembebasan lahan di PT KHE.

Pusat Kajian Anti Korupsi (PUSKAKI) Bengkulu, Melyan Sori turut juga menyoroti penyelesaian kasus mafia tanah di Lebong tersebut. 

Ia sangat menyayangkan, ketiga tersangka kasus mafia tanah di Polda Bengkulu tersebut tidak tahan dan disidang. Berbeda dengan tersangka tunggal di Polres Lebong, HS justru diproses hingga ke persidangan.

"Harusnya seluruh tersangka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka harus mengikuti proses hukum mulai dari proses penahanan dan persidangan," ujar Melyan Sori.

Selain itu, ia juga menyayangkan, ada standar ganda dalam pengusutan kasus mafia tanah di Bumi Swarang Patang Stumang tersebut.

Sebab, tersangka AL dilaporkan di Polda Bengkulu atas dugaan penyerobotan lahan. Hal serupa terangka HS dilaporkan di Polres Lebong atas pemalsuan tanda tangan karena penggunaan surat kepemilikan lahan.

"Kalau keduanya sama-sama tersangka. Terus lahan ini punya siapa? kan lucu. Harusnya antara Polda dan Polres penyidikannya harus sama-sama sinkron. Karena objeknya satu (mafia tanah)," jelas Melyan.

Ia juga menyoroti, tersangka tunggal atas dugaan sindikat mafia tanah tersebut. Padahal, sebelumnya pembebasan lahan ini melibatkan oknum yang diduga Komisaris PT KHE Sudarwanta, dan Dirut PT KHE Zulfan Zahar, yang turut mengambil dokumen alas hak warga untuk pembebasan lahan.

Termasuk keterlibatan jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebong, turut diperiksa dalam perkara tersebut.

"Sindikat itu artinya melibatkan orang banyak. Artinya, lebih dari satu orang," tegasnya.

Lebih jauh, aktivis anti korupsi asal Bengkulu ini, meminta kasus mafia tanah di Lebong ini diusut ulang yang melibatkan tim independen yang dibentuk Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Sebab, kasus mafia tanah ini ia yakin melibatkan orang banyak bukan tunggal.

"Jika perkara ini hanya warga yang ditetapkan sebagai tersangka, dan disidang. Maka perkara ini perlu tim Mabes Polri yang turun," pungkasnya.