Refleksi Akhir Tahun dan Gerakan Melawan Stunting

Ilustrasi / net
Ilustrasi / net

DALAM setiap siklus, ada permulaan dan juga akhir. Begitu juga perjalanan kita mengarungi tahun 2022. Tanpa terasa, kita sudah berada di awal tahun 2023. Sebelum memulai segalanya, tidak ada salahnya merenungkan kembali atau refleksi segala hal yang sudah kita lakoni dalam mengisi setiap hari. 

Dan sebagai seorang pranata humas di sektor kelautan dan perikanan, ada satu momen yang menurut saya berkesan, yakni peringatan Hari Ikan Nasional (Harkannas) ke-9 yang digelar di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, 21 November 2022.

Berkesan karena peringatan ini berisi pesan sekaligus harapan untuk tahun depan dan juga tahun-tahun mendatang, terutama dalam upaya pemerintah memerangi stunting atau gizi buruk di Indonesia.

SDM Unggul = SDM Cerdas

Saat dilantik sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024 pada Minggu 20 Oktober 2019, pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyebutkan cita-cita bangsa di tahun 2045 atau dikenal sebagai Indonesia Emas. Cita-cita ini didasarkan pada proyeksi puncak bonus demografi, di mana penduduk usia produktif penduduk Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan usia tidak produktif di tahun-tahun tersebut.

Merujuk  data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), proyeksi penduduk Indonesia 2015-2045 akan mencapai 318,96 juta jiwa pada 2045. Dari jumlah tersebut, penduduk usia produktifnya (15-64 tahun) diperkirakan mencapai 207,99 juta jiwa.

Sementara penduduk usia tidak produktifnya diperkirakan mencapai 110,97 juta jiwa. Jumlah ini terdiri dari 44,99 juta penduduk usia sudah tidak produktif (di atas 65 tahun) dan 65,98 juta penduduk usia belum produktif (0-14 tahun).

Tentu angka ini bisa menjadi potensi yang luar biasa guna membayangkan wajah Indonesia ke depannya. Dan sebagai upaya menuju cita-cita besar ini, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan didukung oleh ekosistem politik dan ekosistem ekonomi yang kondusif sebagaimana harapan Presiden Jokowi.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah apa dan bagaimana SDM unggul tersebut?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, tahun ini kita cukup dikejutkan dengan laporan yang dirilis worldpopulationreview.com yang menyebut bahwa intellectual quotient (IQ) rata-rata orang Indonesia berada di angka 78,49 dan menempatkan Indonesia di peringkat 130 dari 199 negara.Tentu kita prihatin dengan fakta ini, mengingat di antara negara-negara Asean, Indonesia jauh tertinggal.

Sebagai gambaran, di laporan yang sama, kita berada di bawah Laos (peringkat 114), Filipina (peringkat 111), Brunei (peringkat 74), Malaysia (peringkat 73),  Vietnam (peringkat 60), Thailand (peringkat 64), Myanmar (peringkat 53), Kamboja (15), dan Singapura (peringkat 3). Kita hanya lebih beruntung dibanding Timor Leste (peringkat 132).

IQ sendiri merupakan kemampuan berpikir, bernalar dan berlogika. Aktivitas ini terpusat pada kemampuan otak untuk mencerna dan menyerap segala informasi atau pengalaman sebelum mereflesikannya ke dalam sikap atau tindakan. Karenanya, berbicara terkait SDM unggul, tentu tak bisa dilepaskan dari kemampuan atau kapasitas IQ itu sendiri. Terlebih hal ini sangat diperlukan dalam menangkap atau merespons perkembangan zaman yang semakin berbasis teknologi.

Selain pendidikan, makanan menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi kecerdasan ini. Bahkan sebuah studi menyebut bahwa makanan berdampak pada volume otak seseorang atau jika seseorang rutin mengonsumsi makanan sehat, dia akan memiliki volume otak yang lebih besar. Dan di antara makanan yang baik bagi otak, ikan menjadi sumber protein hewani yang lengkap dengan harga terjangkau sekaligus menunjang kinerja otak.

Ikan untuk Kecerdasan

Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki nilai strategis. Dengan total wilayah sekitar 7,81 juta km2, 3,25 juta km2 di antaranya adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Artinya, hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan.

Dengan luas wilayah perairan tersebut, Indonesia sesungguhnya telah memiliki modal besar untuk menciptakan generasi unggul jika potensi kelautan dan perikanan ini dioptimalkan, termasuk melawan stunting. World Health Organization (WHO) atau   organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan stunting sebagi gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai. Pada titik ini, stunting bisa menjadi momok bagi kemampuan IQ anak.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merinci faktor lingkungan dan genetik sebagai penyebab dari stunting. Faktor lingkungan sendiri di antaranya status gizi ibu, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi pada anak. Dampak stunting pun tak main-main seperti melambatnya pertumbuhan anak, berat badan, tinggi badan, hingga mengurangi kemampuan syaraf motorik dan sensoriknya.  

Karenanya, sering kita dengar bahwa 1000 hari pertama kehidupan (HPK) atau golden periode turut menentukan kuaitas hidup anak di masa depan. Fase ini dimulai dari fase kehamilan ibu (270 hari) hingga usia anak mencapai 2 tahun (730 hari). Dan pemberian asupan bergizi sangat penting di fase tersebut.

Telah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa ikan, baik air tawar maupun air laut, sangat penting untuk mendukung pertumbuhan, khususnya otak di segala usia. Ahli Gizi UGM, Dr. Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih, S.Gz., RD, MPH., berpendapat bahwa ikan memiliki kandungan lemak omega-3 yang sangat bermanfaat untuk kecerdasan otak. Saking pentingnya, Dr Mirza menganjurkan konsumsi ikan minimal 1 porsi ikan sehari dikombinasikan dengan sumber protein lainnya.

Pendapat yang sama juga disampaikan Teuku Junaidi, Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Bahkan, dikatakan bahwa protein hewani yang terdapat pada ikan dapat meningkatkan kesehatan dan mencegah stunting karena memiliki kandungan asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk menutrisi otak.

Menjaga Momentum Harkannas

Sejak ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2014, pemerintah memperingati Hari Ikan Nasional (Harkannas) tiap tanggal 21 November. Penetapan Harkannas didasarkan pada dua pertimbangan; pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi perikanan yang perlu dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk bangsa.

Kedua, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konsumsi ikan sebagai bahan pangan berkualitas tinggi sekaligus meningkatkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Dan setelah 8 perayaan di Jakarta, untuk kali pertama pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memusatkan perayaan Harkannas ke-9 di luar DKI Jakarta atau lebih tepatnya di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng. Perayaan yang berisi rangkaian kegiatan seperti seminar, lokakarya, lomba logo Gemarikan, lomba foto, pameran produk 52 UMKM perikanan dari 34 Provinsi, lomba dan demo masak ikan, lomba melukis anak-anak ini sukses mengundang animo masyarakat setempat serta daerah lain.

Hal ini terlihat dari ribuan warga yang memadati puncak perayaan Harkannas yang digelar di Pantai Mousing, meski lokasi tersebut berjarak kurang lebih 2 jam dari pusat kota Parigi Moutong. Belum lagi sejumlah Pemda yang juga menggelar Harkannas di daerah masing-masing.

Sebagaimana saya sebutkan di awal, perayaan Harkannas tahun ini membawa vibes bahwa upaya peningkatan konsumsi ikan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, akan tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh pihak sangat begitu terasa dalam perayaan tersebut.

Semoga pesan kuat vibes ini terus menggema. Dibarengi dengan kampanye Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) yang kian massif, baik oleh pemerintah pusat, daerah serta berbagai kelompok masyarakat, sudah sepatutnya kita optimis menuju Indonesia Emas 2045.

*Penulis adalah Pranata Humas di Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan