Keluarkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, TII Perlu Buka Data Sumber Donatur

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam/Net
Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam/Net

Kredibilitas dan independensi Transparency International Indonesia (TII) dipertanyakan dalam mengeluarkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia. Bahkan, TII harus membuka data terkait darimana donatur atau sponsorhip dalam melakukan pengkajian.


"Saya kira perlu dipertanyakan kredebilitasnya. Ini kan lembaga TII merupakan lembaga lokal yang melakukan menilaian terhadap indeks korupsi terhadap negaranya sendiri yakni Indonesia," ujar Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam melansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu malam (1/2).

Selain itu, akademisi Universitas Sahid Jakarta ini menilai juga perlu dipertanyakan terkait independensi dan kredibiltas TII dalam melakukan penilaian terhadap indeks persepsi publik terhadap korupsi di Indonesia.

"TII ini siapa dan bagaimana cara melakukan penilaian terhadap indeks korupsi di Indonesia. Saya kira harus dibuka ke publik metode melakukan penilaian dan cara yang dilakukan dalam memberikan opini itu," kata Saiful.

Masih kata Saiful, juga perlu dibuka dan dipastikan siapa saja responden yang dijadikan rujukan dalam melakukan kajian dalam memetakan indeks korupsi di Indonesia.

Saiful menilai, TII mesti terbuka dengan poin-poin semuanya itu. Karena kalau tidak, maka publik akan meragukan Indeks Persepsi Korupsi yang dirilisnya, yakni Indonesia di tahun 2022 indeks korupsi mengalami anjlok turun empat poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada 2022.

"Karena kita lihat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa setiap lembaga telah berusaha dan mengupayakan terhadap pencegahan maupun penindakan terhadap perilaku korupsi di Indonesia," pungkas Saiful.