Komunitas anak muda di Desa/Kecamatan Siliragung mengelola 500 kilogram atau setengah ton sampah organik setiap hari.
- Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim Minta BPBD Jatim Antisipasi Letusan Gunung Raung
- Bupati Ipuk Pastikan Ketersediaan Kebutuhan Warga Terdampak Banjir Pesanggaran Banyuwangi
- Bertemu Ribuan Nelayan di Pasar Ikan Muncar, Khofifah Siap Wadahi Aspirasi Perluasan TPI Hingga Pembangunan Breakwater
Yang membuatnya peduli untuk mengelola sampah ternyata berawal dari rasa kesal lantaran di tempatnya memancing banyak sampah. Sehingga, memicu kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Mereka adalah Dirga, Sundariyanto, Kacung, Kamdan, Ari, dan Taukhid. Sampah yang mereka kelola adalah sampah organik yang diambil dari warung, tengkulak buah, dan sisa makanan hajatan.
Sampah organik tersebut, dimanfaatkan untuk budidaya maggot atau larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly/BSF). Sampah organik yang telah difermentasi selama dua minggu dijadikan maggot fresh dan kering.
Di pasaran, maggot sendiri sangat diminati sebagai pakan ternak dengan kandungan protein tinggi.
"Produksi rata-rata mencapai 1 kwintal per minggu. Harga jual Rp. 7000 per kilogram untuk maggot fresh dan Rp. 15 000 tiap kemasan untuk maggot kering," katanya, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (15/3).
"Permintaan maggot kering cukup banyak. Kami rutin memasok ke Bali dan Bandung," imbuhnya.
Sundariyanto menjelaskan, usaha yang dikelola bersama teman-temannya itu dimulai pada 2018. Mereka mendirikan Pega Indonesia, akronim Pemuda Etan Gladag (pemuda timur jembatan). Karena tempat pengelolaan sampah mereka berada di sisi timur jembatan desa setempat.
“Kita dulu suka nongkrong di dekat jembatan, sekaligus hobi memancing. Setiap ke sungai, kita kalau mancing sering dapat sampah. Akhirnya tercetus membikin usaha pengolahan sampah ini. Didukung oleh banyak pihak, Alhamdulillah bisa berjalan sampai sekarang,” ujarnya bercerita.
Kini, mereka juga melakukan pemilahan sampah dari sumbernya, dengan melibatkan warga desa. Sembari melakukan sosialisasi hingga memberikan kotak sampah kepada warga di Desa Pesanggaran dan Siliragung.
“Dulu suka nongkrong, sekarang kita semua aktif mengelola sampah. Keluarga juga ikut terlibat di usaha pengelolaan sampah ini,” cetusnya.
Tidak hanya maggot, mereka juga menjadikan sampah untuk dijadikan pupuk organik. “Kita lakukan pemilahan sesuai jenisnya. Lalu sampah organik kita diolah menjadi berbagai produk seperti pupuk organik cair (POC), pupuk organik padat (POP), dan insektisida pengusir lalat buah,” kata Sundariyanto.
Sundariyanto menyebut, pupuk organik dan maggot hasil produksinya, saat ini sudah banyak diburu petani, baik lokal maupun luar daerah. Permintaan pupuk organik cair mencapai 100 liter per bulan, dengan harga Rp. 5000/ liter.
“Kami utamakan permintaan petani lokal. Karena misi bukan semata-mata profit, namun juga memberikan manfaat kepada warga sekitar. Untuk petani tak jarang kita kasih gratis POC, sekaligus kampanye pertanian organik,” ucapnya.[adv]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim Minta BPBD Jatim Antisipasi Letusan Gunung Raung
- Bupati Ipuk Pastikan Ketersediaan Kebutuhan Warga Terdampak Banjir Pesanggaran Banyuwangi
- Revitalisasi Pasar Kembang Tahap Pertama Segera Dimulai, PD Pasar Surya Bangun TPS untuk Pedagang