Protes Penjegalan Putusan MK, Dosen-Mahasiswa Fisip Unej Kibarkan Bendera Setengah Tiang

Dosen dan mahasiswa Fisip Unej gelar pengibaran bendera setengah tiang protes penjegalan putusan MK oleh DPR RI
Dosen dan mahasiswa Fisip Unej gelar pengibaran bendera setengah tiang protes penjegalan putusan MK oleh DPR RI

Ratusan dosen dan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Jember mengibarkan bendera setengah tiang, di halaman Kampus, pada Kamis ( 22/8).


Langkah ini dilakukan untuk melawan penjegalan putusan Mahkamah Konstitusi ( MK) oleh Badan Legeslasi (Baleg) DPR RI, sebagai simbol matinya hukum dan demokrasi di Indonesia.

Pengibaran bendera setengah tiang ini dipimpin langsung oleh Dekan Fisip Unej, Dr Joko Purnomo. Sejumlah dosen dan mahasiswa berkumpul di sekitar bendera setengah tiang. 

Dalam kesempatan tersebut, juga digelar orasi beberapa dosen. Menurut Joko, kegiatan tersebut, adalah murni inisiatif para dosen, tidak ada ada perintah dari pihak manapun. 

"Semuanya berangkat dari akal sehat dan hati nurani, tidak ada perintah dari pihak rektorat. Karena secara akal sehat dan hati nurani, Baleg  DPR RI, benar - benar membangkang terhadap putusan mahkamah konstitusi," kata Joko dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Jika DPR RI tidak bisa diperingatkan dengan lisan ataupun tulisan, maka pihaknya peringatan dengan aksi seperti ini, yakni pengibaran bendera setengah tiang. 

Dengan peringatan ini, ia berharap Baleg bisa segera sadar, apalagi ada perlawanan rakyat Indonesia, seantero negeri ini, sehingga bisa kembali merawat konstitusi. 

"Pengibaran bendera setengah tiang ini, sebagai simbol bahwa  sebagai Negara hukum dan demokrasi, sudah mati. Kami berharap Baleg segera Sadar," tegas dia.

Aksi serupa juga dilakukan Muhammad Iqbal, dosen Universitas Jember. Dia juga mengibarkan bendera setengah tiang di depan rumahnya, perum Darma alam, jalan Nias Sumbersari Jember. Iqbal memprotes penjegalan putusan MK tentang Pilkada oleh DPR RI.        

"Rencana Revisi UU Pilkada tersebut, super kilat dan akrobat dagelan DPR yang ugal-ugalan. Hal  ini bukan lagi soal siapa mencalonkan siapa, tapi sudah secara vulgar menghina dan menista Konstitusi dan demokrasi bangsa," katanya.

Menurut Iqbal, sebelum terbitnya Putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 ini, muncul keresahan dan kegelisahan nasional potensi maraknya pilkada yang hanya diikuti calon tunggal.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news