DPP INSA Ingatkan Pemerintah Kapal Roro Angkutan Laut Butuh Perhatian 

Wakil Ketua Bidang Roro dan Penumpang DPP INSA, Rachmatika Ardiyanto/Ist
Wakil Ketua Bidang Roro dan Penumpang DPP INSA, Rachmatika Ardiyanto/Ist

Persaingan angkutan kapal roro penumpang dengan moda transportasi lain sangat ketat. Kapal roro bahkan sulit bersaing. Di antaranya soal tarif hingga ketersediaan infrastruktur dermaga dan karakteristik muatan kendaraan yang cenderung over dimensi over load (ODOL). Masalah lain tentu isi muatan kendaraan yang sulit dideteksi dalam pengangkutan barang yang masuk kategori Dangerous Goods.


Hal ini diungkap Wakil Ketua Bidang Roro dan Penumpang DPP INSA (Indonesian Nasional Shipowners Association), Rachmatika Ardiyanto dalam keterangannya, Selasa (3/9).

"Dari sisi angkutan penumpang, kami harus bersaing dengan kapal penumpang milik perusahaan BUMN (PT PELNI) yang mendapatkan subsidi PSO (Public Service Obligation) yang sangat besar dari pemerintah, sedangkan kami, mulai dari investasi kapal hingga biaya operasional semua dibiayai sendiri," kata Rachmatika.

Namun sayang, kapal ro-ro tidak bisa menaikkan tarif terlalu tinggi karena sensitifitas pasar. Sebab jika terjadi selisih tarif sedikit saja, maka pasar akan pindah. Hal ini dikarenakan kebanyakan penumpang kapal roro adalah masyarakat kelas bawah. 

Apalagi, kata Rachmatika, saat ini ramai isu akan penurunan harga tiket pesawat dengan menghapus beberapa kompononen biaya yang ada. Antara lain seperti berbagai pajak yang selama ini dikenakan untuk penerbangan, biaya gound handling, landing fee dan lain-lain.

"Semuanya itu bertujuan agar tarif pesawat murah, padahal pengguna pesawat adalah segmen atas," tandasnya.

Jika tarif pesawat turun, Rachmatika menilai pengusaha kapal roro akan semakin kesulitan bersaing dalam mendapatkan penumpang karena pesawat memiliki keunggulan dari sisi kecepatan waktu tempuh.

"Saat ini pun untuk rute-rute tertentu kami sudah kesulitan bersaing dengan pesawat karena harganya hampir sama," ucapnya.

Jika memang demikian kebijakan pemerintah menurunkan tarif pesawat, DPP INSA juga menginginkan perlakuan yang sama selaku operator kapal penumpang swasta.

Misal seperti biaya sandar yang murah, pembebasan pajak BBM, pembebasan PNBP dan biaya yang lain seperti halnya moda udara, sehingga ada kesetaraan yang sama dengan lainnya.

"Karena kami juga tidak mendapatkan subsidi PSO," ungkap Rachmatika.

Sementara dari sektor barang, kapal roro angkutan laut juga harus bersaing dengan kapal kontainer. Kapal kontainer cenderung lebih efisien, karena dengan besaran kapal yang sama bisa mengangkut barang hingga 5 kali lipat yang diangkut kapal roro.

"Sehingga kapal kontainer bisa menerapkan harga murah. Hal ini terpaksa kami ikuti juga, karena jika tidak, maka tidak ada pemilik barang yang mau mengikuti kapal roro," katanya.

Ia memberikan gambaran lintas penyeberangan Lembar-Padangbai yang secara perhitungan sebenarnya masih rendah.

Penyeberangan di sana memiliki tarif truk Rp100 ribu/mil. Sementara untuk lintas Semarang-Kumai, tarif untuk truk hanya Rp40 ribu/mil. Perbandingan harga ini dinilai sangat jauh.

"Dan kondisi inilah yang membuat konsumen kapal roro menggunakan truk yang cenderung ODOL, karena mengganggap tidak efisien jika mengikuti kapal roro," ucapnya.

Di lain sisi, jelas Rachmatika, dengan muatan ODOL tersebut akan membahayakan stabilitas kapal, juga kapal rawan mengalami retak konstruksinya karena memiliki beban maksimal.

Selain ODOL, hingga sekarang problem muatan untuk kapal roro adalah kesulitan mendeteksi apakah kendaraan tersebut mengangkut barang berbahaya, beda dengan angkutan pesawat dan kontainer yang kepelabuhannya dilengkapi dengan X-ray.

"Selain itu saat ini beberapa pelabuhan memiliki keterbatasan infrastruktur untuk kapal roro, kurangnya fasilitas sandaran kapal sehingga terkadang harus antri sandar," sambungnya.

Rachmatika menambahkan, itu belum lagi jika ada kapal pesiar yang sandar maka akan menambah panjang lama waktu antrian, juga kondisi alur pelabuhan yang dangkal menyebabkan kapal terkadang harus menunggu proses berangkat/bongkar muat hingga 24 jam menyesuaikan pasang surut. Hal ini semakin menambah deretan panjang ketidakefisienan kapal roro. 

"Kondisi ini jika tidak diperhatikan oleh pemerintah, seperti sektor transportasi udara maka pengusaha akan kesulitan dalam mengoperasikan kapalnya, dan dikhawatirkan sisi keselamatan yang akan dikorbankan," tuntasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news