DPRD Jatim: Penerapan SIPD Harus Sesuai Aspirasi Konstituen

Anggota DPRD Jatim Musyaffak Rouf/ist
Anggota DPRD Jatim Musyaffak Rouf/ist

Penerapan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) di tingkat provinsi harus menyerap aspirasi konstituten agar penganggaran daerah bisa berdampak untuk kesejahteraan masyarakat.


“Penerapan SIPD di tingkat provinsi, membuat kami seperti ‘dikunci’, dan tidak dapat menyerap aspirasi konstituen dengan maksimal,” kata anggota DPRD Jatim Musyafak Rouf, Jumat (13/09/2024).

Menurut dia, SIPD sudah ditetapkan sejak April 2024, sehingga masukan dari anggota dewan yang baru dilantik sulit untuk diakomodasi dalam penyusunan APBD.

Lebih lanjut, Politisi PKB tersebut menjelaskan sistem yang diterapkan ini berbeda dengan yang ada di tingkat kota yang lebih fleksibel, di mana DPRD kota masih bisa memasukkan aspirasi dari reses ke dalam penganggaran.

Musyafak juga menyoroti pentingnya sinergitas antara eksekutif dan legislatif, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan, DPRD memiliki fungsi kontrol dan penganggaran yang seharusnya dijalankan secara sinergis dengan kebijakan eksekutif. Namun, jika eksekutif menjalankan kebijakan tanpa melibatkan DPRD dalam proses penganggaran, maka hal ini berpotensi mengganggu keharmonisan antara kedua lembaga tersebut.

“Sinergitas harus dibangun. Tapi kalau eksekutif berjalan sendiri, apa mungkin ada sinergi?” Imbuhnya.

Selain persoalan SIPD, Musyafak juga mengkritik pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat provinsi, yang dinilai semakin memperburuk situasi.

“Jika di tingkat kota, Musrenbang bisa berjalan bersamaan dengan reses DPRD, sehingga aspirasi konstituen dapat langsung diakomodasi. namun di tingkat provinsi, DPRD seolah hanya menjadi penonton dalam proses penganggaran,”

Melihat kondisi tersebut, DPRD Jatim mengharapkan adanya perubahan kebijakan. Terkait pelaksanaan SIPD maupun Musrenbang di tingkat provinsi, agar lebih fleksibel dan responsif terhadap aspirasi masyarakat.

Musyafak yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Surabaya itu menegaskan bahwa jika tidak ada langkah konkrit untuk memperbaiki komunikasi dan kerja sama antara eksekutif dan legislatif, yang akan dirugikan adalah masyarakat Jawa Timur.

Mereka yang menantikan program pembangunan berkelanjutan dan tepat sasaran akan menjadi korban dari ketidakharmonisan tersebut. Oleh karena itu, ia mendesak agar kedua belah pihak segera melakukan dialog terbuka dan mencari solusi bersama untuk mengatasi persoalan ini.

“Keberhasilan pembangunan daerah tidak hanya bergantung pada eksekutif semata, tetapi juga pada peran legislatif yang kritis dan konstruktif,” pungkasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news