Didakwa Terima Dana Pemotongan Insentif BPPD Sidoarjo Rp 1,4 Miliar Lebih, Gus Muhdlor Tak Ajukan Eksepsi

Teks foto: Gus Muhdlor saat sidang di Pengdilan Tipikor Surabaya/RMOLJatim
Teks foto: Gus Muhdlor saat sidang di Pengdilan Tipikor Surabaya/RMOLJatim

Kendati dalam sidang telah terungkap bahwa peran Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor alias Gus Muhdlor tak dominan. 


Namun Gus Muhdlor yang terseret dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pajak di BPPD Sidoarjo itu tak mengajukan eksepsi.

Hal itu dikatakan Gus Muhdlor melalui penasehat hukumnya yakni Mustofa Abidin usai mendengarkan dakwaan yang dibacakan JPU KPK, Arif Usman diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, senin (30/9)

Alasan Mustofa Abidin tak mengajukan eksepsi lantaran untuk menghormati JPU KPK. 

"Kami lihat secara formil surat dakwaan sudah memenuhi ya, jadi kami tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk mengajukan eksepsi. Jadi setelah kami dengar dakwaan tadi, kami meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang," jelas Mustofa dikutip Kantor Berita RMOLJatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (30/9).

Selain itu juga berpatokan pada fakta-fakta di persidangan sebelum mengambil langkah pembelaan. 

Mustofa juga memprediksi akan ada cukup banyak saksi yang akan dihadirkan di persidangan yang tidak ada pada saat sidang Ari dan Siskawati.

"Kalau dari jaksa kemarin kemungkinan ada 120-an saksi. Dari BAP sendiri total ada 126 saksi. Tapi berapa yang akan dihadirkan jaksa, kami belum tahu. Itu kewenangan jaksa. Kami akan menunggu fakta persidangan, apakah perlu menghadirkan saksi yang meringankan," pungkasnya.

Seperti yang diberitakan JPU KPK mendakwa Gus Muhdlor bersama terdakwa lainnya yakni Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati menerima dana hasil pemotongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.

"Terdakwa Ahmad Muhdlor sebagai Bupati Sidoarjo dan terdakwa Ari Suryono Kepala BPPD Sidoarjo bersama-sama juga Siska Wati sebagai kepala kepegawaian, meminta menerima atau memotong pembayaran pegawai negeri atau biaya yang lain atau biaya kas umum," kata JPU KPK, Arief Usman saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (30/9).

Menurut Arief, Mantan Bupati Sidoarjo diduga menerima pembagian uang dari terdakwa Ari Suryono.

Rinciannya Ahmad Muhdlor menerima sebesar Rp1,46 miliar.

Sedangkan untuk terdakwa Ari Suryono menerima sebesar Rp7,133 Miliar.

Pemotongan insentif ini masih kata Arief, dilakukan oleh Ari Suryono dan Siska Wati, sejak triwulan keempat tahun 2021 hingga triwulan keempat pada tahun 2023, dengan total uang mencapai Rp8,544 miliar.

Arief Usman juga menyebut, terdakwa Ahmad Muhdlor dikenakan dakwaan pertama, karena melanggar Pasal 12 huruf F, Jo Pasal 16 UU RI No 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Dakwaan Kedua, terdakwa Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E Jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Sebelumnya, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu. 

OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.

KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo.

Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.

Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.

Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news