Dari Perang Gerilya Menuju Ajang Perang Modern: Sistem Pertahanan yang Up to Date

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

SEJAK awal tahun 2000-an sudah ada tulisan yang menyebut bahwa perkembangan teknologi kini tengah memasuki dunia Siber atau Cyberspace. Beberapa tulisan bahkan sudah ada yang mendeskripsikan bahwa Cyberspace has become the 5th domain after land, water, air and space. Siber telah menjelma menjadi domain ke 5 setelah daratan, perairan, udara dan ruang angkasa.

Dalam sistem pertahanan yang berkaitan dengan sejarah perang di dunia ini maka setiap domain telah menjadi ajang  penting dan strategis yang sangat menentukan kemenangan perang. Demikianlah maka sistem pertahanan negara sangat masuk akal terlihat berkembang secara bertahap mulai dari pertahanan pada teater perang di daratan, di perairan, di udara dan ruang angkasa. Di sisi lain, faktor Penyebab utama terjadinya perang  adalah munculnya konflik dalam memperebutkan wilayah atau teritori dan sengketa dalam memperebutkan sumber daya alam (SDA). Karena itulah maka jelas sekali setiap domain akan menjadi ajang panggung perang bernilai strategis sebagai akibat dari eratnya hubungan domain dengan wilayah negara dan SDA sebagai penyebab konflik.

Sebagai contoh sederhana dari tahapan perkembangan perang yang menapak setiap domain adalah pada dinamika perang dunia kedua. Perang dunia kedua diselesaikan dan dimenangkan oleh pihak sekutu pimpinan Amerika Serikat dengan menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Gugus Tugas Armada Udara Amerika Serikat yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki adalah unit tempur udara Air Division US Army di bawah mission commander Kolonel Paul W Tibbets. Periode ini telah menjadi sebuah tahapan penting dari perkembangan yang menandai beralihnya medan perang dari domain darat dan juga  perairan ke domain baru bernama “udara”.

Itu sebabnya, maka pasca kaji ulang perang dunia kedua pemerintah Amerika Serikat memutuskan untuk membentuk Angkatan Udara yang berdiri sendiri setelah pada awalnya “hanya” merupakan sebuah unit berstatus sebagai Divisi Udara dari Angkatan Darat Amerika Serikat. Demikian pula halnya yang terjadi di beberapa negara lain, Angkatan Udara kemudian dibentuk tersendiri sebagai matra yang independen terlepas dari status sebagai unit dari Angkatan Darat dan atau Angkatan Laut.

Perkembangan domain udara sebagai teater perang yang sangat strategis telah membuat Amerika Serikat pada tanggal 18 September 1947 mendirikan USAF United States Air Force sebagai sebuah Angkatan Udara paling modern ketika itu dengan memiliki lebih dari 9000 unit armada pesawat terbang dan jumlah personil yang mencapai 352.000 prajurit.

Medan perang secara bertahap begeser atau meluas dari wilayah daratan dan perairan ke kawasan Udara. Dinamika perkembangan tahapan inilah yang membuat akal sehat para “military thinker” pengatur strategi pertahanan nasional secara berturut turut dan penuh keyakinan kemudian membangun kekuatan pertahanan negara dalam format Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sebuah dinamika yang sangat nyata terlihat terang benderang terutama pada era akhir dari usainya perang dunia kedua di tahun 1945.

Perkembangan teknologi terutama “military industry” bergulir bak bola salju yang sangat cepat dan sulit untuk dapat dihambat. Perkembangan tersebut telah menuntut para pemikir tentang perang untuk dapat senantiasa menyertai dinamika itu dengan akal cerdas. Sementara konflik yang akan mengantar para pihak ke medan perang berpindah domain sulit untuk dapat diantisipasi namun dipastikan belum akan mencapai garis finishnya alias berakhir. Peace and Secutity sebagai cita cita setiap negara di dunia masih berhadapan dengan tantangan yang menghadang tiada henti.

Setelah udara, domain selanjutnya yang berkembang adalah ruang angkasa atau Aerospce. Pada awal tahun 2000 dunia telah menyaksikan domain angkasa luar sudah mulai memposisikan diri sebagai ajang teater perang yang kerap di sebut secara populer dengan “Perang Bintang”.

Dimulai oleh Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dengan Strategic Defense Initiative yang telah memicu ide pembentukan unit Air Force Space Command dalam rangka menghadapi perang bintang. Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat segera menyimpulkan pemikiran strategis yang diolahnya dalam tim kepresidenan tentang National Security dengan membentuk US Space Force yang dikukuhkan pada 20 Desember 2019.

Kembali pada awal pembahasan tentang Cyberspace, maka hal ini adalah berujud pula sebuah realita di depan mata yang bergulir sebagai sebuah tahapan perkembangan tingkat lanjut yang paling mutakhir. Cyberspace telah menjelma sebagai tahapan selanjutnya dari perkembangan ajang atau medan peperangan.  Sebagaimana juga pada awal pembentukan sebuah Angkatan Udara yang berdiri sendiri sebagai satuan yang setara dengan Angkatan lainnya, maka memikirkan tentang perlu atau tidaknya membangun Angkatan Angkasa Luar dan Angkatan Siber pasti mengundang banyak kontroversi.

Perdebatan masalah ini mulai muncul di permukaan dan kiranya sudah perlu dipikirkan untuk merumuskannya dengan tepat sasaran. Sebuah pemikiran tentang apakah perlu dibangun atau dibentuk Angkatan Siber sebagai sebuah Angkatan yang berdiri sendiri dan berkedudukan setara dengan Angkatan lainnya.

Bagi beberapa negara yang belum memiliki Angkatan Ruang Angkasa,  maka membentuk Angkatan Ruang Angkasa bisa saja untuk sementara waktu terkandung di dalamnya unsur Divisi Siber.  Sebuah ide yang sangat masuk akal karena ajang juang di angkasa luar adalah juga merupakan refleksi dari kemajuan teknologi militer dalam penggunaan senjata siber. Pertanyaannya adalah apakah perlu dibentuk Angkatan Siber yang berdiri sendiri dan setara dengan Angkatan lainnya atau tidak. Sebuah pertanyaan yang tidak bisa terhindar dari munculnya perdebatan serius di atas meja bernama kontroversi.

Dalam konteks logika dan  pemikiran berbasis taktik dan strategi perang adalah sangat masuk akal untuk mewujudkan  ide pembentukan Angkatan Siber yang independen dan sejajar dengan Angkatan lainnya sebagai respon positif dari perkembangan tahapan domain teater perang.

Semua kontroversi yang memunculkan perdebatan pasti memerlukan jalan keluar yang bijak agar kepentingan dari National Interest dan National  Policy tidak menjadi korban karenanya. Pertimbangan dan perdebatan pemikiran harus digiring pada satu forum melibatkan para ahli yang memiliki kompetensi dibidang disiplin ilmu terkait. Keterlibatan pemikiran dari para pelaku di lapangan harus diimbangi dengan banyak pertimbangan yang berlandas pada kajian akademik, pola perencanaan jangka panjang dan masukan dari para pemikir strategi militer dalam disiplin ilmu pertahanan keamanan negara.

Jalan keluar yang diperlukan belakangan ini dalam rangka menyongsong tantangan baru: Sistem Pertahanan yang Up to Date. Sebuah sistem pertahanan NKRI yang penjuru utamanya adalah Tentara Nasional Indonesia.  Dirgahayu TNI, 5 Oktober 2024.

Penulis adalah pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia

ikuti terus update berita rmoljatim di google news