KPU Jatim Target Partisi Pemilih Hinga 80 Persen, Sosiolog Ingatkan Fenomena Tak Relevan Mengapa Masyarakat Mencoblos 

Ilustrasi/ net
Ilustrasi/ net

Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim) menarget bisa mengurangi angka golput sebesar 16 persen di Pemilihan Kepala Daerah serentak 2024.


Angka tersebut merupakan jumlah golput pada Pemilu 2024 di Jatim Februari kemarin.

Pada pilkada kali ini, sebelumnya KPU Jatim  telah menggandeng para relawan muda untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih melalui kampanye ajakan datang ke TPS melalui media sosial dengan konten sekreatif mungkin.

Harapannya,  partisipasi pemilih bisa mencapai angka 83 persen

Sosiologi komunikasi Politik dari Perguruan Tinggi Negeri Universitas Trunojoyo Madura, Bagus Irawan mengingatkan KPU jatim agar tidak sekedar pada jumlah pemilih saja.  Tetapi fenomena tak relevan yang membuat publik melakukan pencoblosa  juga perlu dievaluasi.

"Kita lihat sekarang, orang mau mencoblos itu banyak yang merasa ada tekanan atau tanggung jawab setelah mendapat uang, istilahnya money politik. Ini juga tidak bagus untuk demokrasi," ungkap Bagus saat dikonfirmasi RMOLJatim, Senin, (7/10).

Ketika publik mencoblos bukan dilandasi karena atas dasar pilihan yang relevan, demokrasi akan menghasilkan pemimpin yang baik. Namun, ketika didasari atas dasar politik uang, tentu orang tidak memandang lagi pemimpin yang dipilih itu layak atau tidak. 

Oleh sebab itu, masih kata Bagus, perlu pemahaman kepada para calon pemilih untuk menjadi pemilih cerdas. 

Di Jawa timur terbagi beragam kultur berdasarkan wilayah seperti Arek, Matraman, Osing dan kultur lainnya. Sehingga perlu ada cara pemahaman yang berbeda-beda. 

"Bukan berati tidak mudah untuk melakukan pemahaman. Tetap perlu beragam cara sesuai wilayah masing-masing. Kan tidak mungkin cara melakukan pemahaman di kultur Arek, disamakan dengan kultur Osing," sambungnya.

Sosialisasi lewat media sosial, turun ke jalan memang perlu dilakukan. Namun, masih kata Bagus, bukan hanya sekedar sosialisasi saja. Perlu keterbukaan dari penyelenggara pemilu dan pihak-pihak terkait.

"Contoh kecil saja, cobalah gelar diskusi dengan masyarakat, apa permintaan mereka agar benar-benar mau mencoblos tanpa didasari uang. Ini sepele, tapi perlu dilakukan," ungkapnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news