Beberapa hari terakhir ini, sejumlah akademisi dan aktivis yang mengaku antikorupsi, mendadak membela eks Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, terpidana korupsi IUP yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
- Mardani Maming Didakwa Terima Suap Rp 118 M Terkait Izin Usaha Pertambangan
- Kasus Korupsi Mardani Maming, KPK Panggil 4 Saksi
- KPK Telusuri Aset Milik Mardani H Maming
Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar, menyebut, memang tidak salah dari eksaminasi itu, jika diselipi alat bukti baru. Jadi, bukan asal dukung karena motif tertentu, apalagi ada bau-bau atau sesuatu yang bisa merusak nama baik mereka.
“Pernyataan (eksaminasi) harus didukung minimal dua alat bukti baru. Enggak bisa hanya asumsi atau pemikiran saja,” kata Mantan Komisioner Komisi, Rabu (30/10).
Haryono mengingatkan kepada semua pihak untuk menghormati keputusan hakim, baik di tingkat pengadilan pertama hingga kasasi, terkait perkara korupsi yang menyeret mantan Bendahara Umum PBNU itu.
Haryono benar. Mardani H Maming yang terseret kasus suap dan gratifikasi Rp118 miliar dari pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) milik pengusaha (alm) Henry Soetio, beberapa kali mengajukan banding dan kasasi.
Tanggal 10 Februari 2023, majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kalsel yang dipimpin Heru Kuntjoro, memvonisnya bersalah dan mengganjarnya 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta. Mardani juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 110,6 miliar.
Tak terima dengan putusan itu, Mardani H Maming dan jaksa KPK sama-sama mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.
Kali ini, jaksa KPK yang menang. Hukuman Mardani diperberat menjadi 12 tahun. Mardani H Maming kembali tak terima, dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun ditolak.
Dari rekam jejak hukum ini, jelas sekali bahwa pandangan hukum yang digunakan para hakim di pengadilan tingkat pertama hingga kasasi, adalah sama. Mardani H Maming memang menerima suap dan gratifikasi.
Diketahui, kasus korupsi IUP yang menyeret Mardani H Maming berawal pada 2010. Mardani berkenalan dengan (Alm) Henry Soetio, Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang tertarik berbisnis batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kala itu, Mardani H Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, Kalsel. Keduanya kerap bertemu. Pada pertengahan 2010, Mardani mengenalkan Henry dengan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dalam pertemuan itu, Mardani memerintah Dwidjono membantu Henry terkait pengurusan IUP batu bara PT PCN. Selanjutnya, Dwijono menjalankan perintah Mardani dengan cara mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL).
Lalu muncul surat peralihan IUP dari BKPL ke PCN yang ditetapkan melalui surat bernomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010. Disahkan dengan Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 yang ditandatangani Mardani H Maming.
Mantan Kepala Hukum Pemkab Tanah Bumbu, Muklis mengatakan, SK Pengalihan IUP BKPL ke PCN sudah ditandatangani Mardani H Maming, sebelum dirinya tandatangan.
Dalam persidangan, Dwidjono mengaku pernah mengingatkan Mardani H Maming bahwa peralihan IUP melanggar UU Minerba.
Pada 2015, Dwidjono meminjam uang kepada Henry sebagai modal kerja usaha pertambangan, bekal penghasilannya saat pensiun pada 2016.
Lima tahun kemudian muncul masalah. Ada pihak yang melaporkan Dwidjono ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Duit utang dari Henry itu, dilaporkan sebagai suap dan gratifikasi atas pengurusan IUP PCN.
Padahal, utang itu telah dibayar Dwijono ke Henry dengan cara mencicil. Selain itu, Mardani H Maming harusnya menjadi pihak terlapor juga karena meneken SK 296/2011.
Menariknya, Mardani H Maming memang tak menerima uang terkait pengurusan IUP PCN. Namun ada klausul yang ujung-ujungnya duit. Di mana, Mardani H Maming tiba-tiba mendapat saham PT Angsana Terminal Umum (ATU), pelabuhan milik Henry Soetio.
Lewat PT Trans Surya Perkasa (TSP), perusahaan yang dikuasai Mardani H Maming dan keluarga, bertugas mengutip fee pelabuhan ke ATU atau PCN. Duit fee itu disinyalir mengalir ke Mardani H Maming atas bantuan pengalihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN milik Henry.
Di mana ada perjanjian pembagian hasil keuntungan dari kegiatan usaha jasa pelabuhan No. 002/ATU-TSP/PJJ/VIII/14 tanggal 20 Agustus 2014, antara PT ATU dengan PT TSP milik Mardani dan keluarganya.
Dari Perjanjian itu, Mardani H Maming mendapat fee sebesar 30 persen dari keuntungan Rp10.000/metrik ton (MT), dari batu bara yang dimuat di pelabuhan ATU.
Dalam perjalanannya, fee pelabuhan tak lagi diurus PT TSP, namun dialihkan ke PT Permata Abadi Raya (PAR) kepada PT PCN, melalui:
1. Perjanjian tentang Fee Atas Jasa Penunjang Kegiatan Usaha tertanggal 1 Januari 2016 antara PT Permata Abadi Raya (PAR) dengan PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)
.2. Perjanjian tentang Fee Atas Jasa Penunjang Kegiatan Usaha tertanggal 1 April 2020 antara PT Permata Abadi Raya (PAR), PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) dan Suroso Hadi Cahyo. Sejak 1 April 2020, Mardani H Maming mendapatkan fee sebesar Rp5.000/MT dari batu bara yang dimuat.
Kemudian mendadak PT PAR yang sahamnya mayoritas di tangan Mardani H Maming dan keluarga, mengajukan PKPU (Peninjauan Kewajiban Pembayaran Utang) ke PT PCN. Dengan tagihan utang periode 2015-25 Agustus 2020, mencapai Rp49,5 miliar. Setelah utang dibayar PCN, PAR kembali mengajukan tagihan ke PCN sebesar Rp 106,3 miliar.
Pada 9 September 2019, Mardani H Maming menjadi pemegang saham PT Batulicin Enam Sembilan yang merupakan pemegang saham PT Batulicin Enam Sembilan Pelabuhan yang juga pemegang saham PT Permata Abadi Raya (PAR) yang menerima fee pelabuhan yang diduga aliran dana dari PT PCN kepada PT PAR.
Belum lagi, kepemilikan saham secara tidak langsung oleh Mardani H Maming di Grup PT Batulicin Enam Sembilan. Di mana keluarga dari Mardani H Maming menjadi pemegang saham.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Langkah BHM Bela Koruptor Mardani Maming di PK, Hendardi: Kecil Potensinya untuk Diterima Pengadilan
- Tersangka Makelar Kasus Suap Rp 1 Triliun Zarof Ricar Tercatat Ikut Rombongan Ketua MA Sunarto ke Madura, Ada Upaya Loloskan PK Mardani H Maming
- Makelar Kasus Zarof Ricar dan Ketua MA Sunarto, Diduga Turut Atur PK Mardani Maming