Pertanyakan Uang Konsinyasi Terdampak Proyek Nasional, Masyarakat Geruduk BPN dan PN Gresik

Aksi unjuk rasa depan Kantor BPN Gresik/RMOLJatim
Aksi unjuk rasa depan Kantor BPN Gresik/RMOLJatim

Masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik dan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Rabu (30/10). Mereka menuntut keprofesionalan dalam penyelesaian persoalan lahan masyarakat yang terdampak proyek nasional. 


Orator aksi, Haris Bogel, mengatakan bahwa Kantor Pertanahan dan PN Gresik, tidak serius dalam menangani persoalan konsinyasi ganti rugi atas tanah milik masyarakat yang terimbas proyek negara. 

"Perkara ini bukan sekadar soal uang saja, tetapi juga menyangkut kepastian hukum dan hak rakyat. Terlalu lama hak-hak masyarakat terhalang oleh birokrasi lamban dan perbedaan tafsir hukum yang seharusnya tidak terjadi," katanya dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat berorasi.

Dia mengatakan, uang ganti rugi telah masuk dalam konsinyasi dan telah dititipkan di PN Gresik. Bahkan berdasarkan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap, uang tersebut seharusnya segera dicairkan kepada yang berhak mendapatkan. 

"Aturan yang mengatur hal ini telah jelas, yaitu Peraturan Mahkamah Agung (Pema) Nomor 3  tahun 2016, tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian. Serta, PP Nomor 39 Tahun 2023 Pasal 99, tentang tata cara pencairan ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum," tegasnya. 

"Ironisnya, antara BPN dan Pengadilan terjadi pertentangan dalam persoalan proses pencairan konsinyasi. Dimana, pengadilan menginstruksikan BPN Gresik agar mengeluarkan surat pengantar untuk pencairan. Namun, BPN justru menyatakan surat pengantar tidak diperlukan. Inilah yang membuat proses pencairan hak rakyat terhambat, tanpa ada kejelasan atau solusi konkret," ungkapnya. 

Menurutnya, akibat perbedaan tafsir dari dua lembaga ini membuat masyarakat dirugikan atas hak-haknya. Bahkan, ketidakjelasan ini diperparah dengan koordinasi yang tidak efekif antara BPN dan PN Gresik.

"Masyarakat yang lahannya terkena proyek negara ini, demi untuk mendapatkan hak nya sampai melakukan permohonan resmi hingga ke Direktorat Jendral Pengadaan Tanah dan Tata Ruang/BPN Pusat. Namun, hingga kini belum juga ada kejelasan," tandasnya. 

Sementara, Kasubag Tata Usaha Kantor BPN Kabupaten Gresik, Fanani saat dikonfirmasi mengakui adanya perbedaan tafsir antara pihaknya dengan PN Gresik terkait persoalan konsinyasi. 

"Dalam PP 39 tahun 2023 tentang pengadaan tanah, menurut tafsir kami yang menjadi ganjalan adalah untuk objek yang bersengketa bisa dicairkan setelah ada Putusan. Di peraturan tersebut, objek yang bersengketa tidak perlu surat pengantar dari BPN lagi," tukasnya. 

Menurut Fanani, berdasarkan peraturan ini juga yang memerlukan surat pengantar BPN itu hanya objek tanah selain yang bersengketa. Dia pun mengharapkan perlu adanya singkronisasi peraturan dari pusat. 

"Kami hanya mematuhi Peraturan yang sudah ditetapkan. Sehingga jika ada perbedaan tafsir, maka kami pun berharap adanya peraturan dari tingkat Kementerian untuk mengatasi permasalahan ini," pungkasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news