Aktifitas remaja pemburu koin dari aplikasi Koin Jagad yang sudah mulai meresahkan, dipicu oleh banyak faktor.
- Hadiri HLM Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Jatim, Gubernur Khofifah: Pertumbuhan Ekonomi 2024 Harus Semakin Inklusif dan Berdampak
- SSB Kodim Madiun Torehkan Prestasi di Kompetisi Jatim Football Challenger U-11
- PTSL Jatim Tahun 2022 Capai 100 Persen, Gubernur Khofifah Apresiasi Komitmen dan Kerja Keras BPN Se- Jatim, Kepala Daerah dan Dukungan Masyarakat
Menurut praktisi psikologi sekaligus pemerhati sosial dan pendidikan dari Rumah Manajemen Indonesia, Heri Budi Laksana, usia remaja merupakan usia dimana mereka ingin menunjukkan jati diri.
"Sehingga kenapa mereka bisa menyatu dengan permainan ini, karena mereka merasa akan bisa eksis, namun tidak berpikir panjang dari resiko yang dilakukan," kata Heri kepada RMOLJatim, Sabtu, (11/1).
Kedua, ada faktor pertumbuhan hormonal pada remaja, sehingga lebih terpancing untuk memenuhi kebutuhan adrenalin, seperti memanjat pagar dan tembok yang membuatnya seakan-akan merasa gagah.
"Perasaan-perasaan inilah yang membuat pemikiran mereka tidak realistis. Mereka sudah mau masuk ke perangan orang, bahkan merusak sesuatu," ungkap Hari.
Permainan yang berburu koin dan bisa ditukarkan menjadi uang, juga menjadi salah satu pemicu. Sehingga, beragam komplek pemicu yang tak bisa dibendung para remaja, membuatnya sedikit mengesampingkan etika. Artinya, lanjut Hari, ada sebuah kesenangan yang mendapatkan hasil.
Permainan jaga koin sendiri, masih kata Hari, diciptakan secara positif. Tetapi karena dimainkan di ruang umum dan privasi, akhirnya muncul potensi potensi tindakan negatif.
"Agar tidak terjadi hal-hal yang negatif dan memunculkan korban layaknya aplikasi Pokemon Go, maka pemerintah melalui Menkominfo harus bekerjasama dengan penyedia aplikasi, untuk membahas hal ini. Nah saya juga mengingatkan pada remaja ini, agar tetap berpikir secara realistis, dan mengedepankan resiko," tutup Hari.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news