Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Blitar saat ini tengah menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan bahwa ia memberikan kesaksian palsu dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Blitar.
Kasus ini memicu kekhawatiran di kalangan pengamat politik dan masyarakat, yang menganggap peristiwa ini sebagai ancaman serius terhadap kredibilitas Bawaslu serta integritas sistem demokrasi di Indonesia.
“Jika benar terjadi, ini bukan hanya persoalan etika, tetapi juga pelanggaran hukum yang serius. Kebenaran dalam proses pengadilan adalah fondasi demokrasi kita,” ujar Anwar Hakim Darajad, dosen sekaligus pengamat politik dari Universitas Islam Blitar (Unisba). Anwar menilai, kasus ini mencerminkan kurangnya profesionalisme dan akuntabilitas dalam tubuh penyelenggara pemilu.
Lebih lanjut, Anwar menekankan bahwa peran Bawaslu sangat krusial dalam menjaga integritas pemilu. Ia menegaskan, jika dugaan kebohongan ini terbukti benar, dampaknya akan bersifat sistemik.
“Ini bukan hanya tentang individu, tetapi juga tentang kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi kita. Jika masyarakat kehilangan kepercayaan, maka legitimasi pemilu akan dipertanyakan,” tambahnya.
Anwar juga menyoroti adanya potensi konflik kepentingan dalam kasus ini, yang dapat merusak independensi Bawaslu.
“Bawaslu harus menunjukkan bahwa mereka independen dan tidak memihak. Namun, dugaan kebohongan ini justru memberi sinyal bahwa ada intervensi atau tekanan politik yang memengaruhi keputusan mereka,” ungkapnya. Ia juga menekankan pentingnya reformasi dalam sistem rekrutmen dan pelatihan anggota Bawaslu agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Sebelumnya, dalam persidangan sengketa Pilkada Blitar, Wakil Ketua MK, Saldi Isra, meminta Ketua Bawaslu Kota Blitar untuk tidak mengarang jawaban saat memberikan kesaksian.
“Apa alasannya sehingga dilakukan PSU?” tanya Saldi Isra. Dalam proses tersebut, terlihat beberapa kali majelis hakim menegur Ketua Bawaslu yang tampak tidak mendengarkan perintah hakim dan mengarang jawaban yang diajukan.
“Coba dengarkan saya dulu. Coba Anda bacakan dua saja dari 13 TPS, itu alasan apa yang menyebabkan dilakukan PSU,” ujar Saldi Isra. Ketika Ketua Bawaslu mencoba memberikan jawaban yang terkesan tidak sesuai dengan fakta, hakim pun dengan tegas mengatakan, “Bacakan, jangan Anda karang-karang,” yang semakin memunculkan kecurigaan terkait integritas kesaksian yang diberikan.
Kasus ini tentu saja menjadi perhatian serius bagi semua pihak yang peduli terhadap kelangsungan sistem demokrasi di Indonesia. Jika terbukti ada pelanggaran dalam proses pengadilan dan kesaksian yang diberikan, hal ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Tok ! MK Tolak Gugatan Risma -Gus Hans, Khofifah-Emil: Ayo Bersatu Bangun Jatim !
- MK Tolak Gugatan Risma-Hans, Tim Hukum Khofifah-Emil: Ini Kemenangan Rakyat Jawa Timur
- MK Tolak Gugatan Ipong, Kang Giri Bupati Ponorogo 2025-2030