Bambu Pagar Laut Pengembang dan Bambu Runcing Pejuang

Pagar laut Tangerang
Pagar laut Tangerang

Bambu? Kata ini mengingat pada julukan Negara Tirai Bambu bagi Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Kata bambu dalam konteks Indonesia juga membuka memori peristiwa viral masa kini dan masa lalu. Yaitu, bambu pagar laut di perairan pantai Utara Tangerang Banten. Dan bambu runcing di revolusi perang kemerdekaan Indonesia.

Bambu adalah jenis rerumputan yang memiliki pertumbuhan paling cepat. Dalam 24 jam, bambu bisa tumbuh sampai 100 senti meter dengan usia matang 7 tahun. Pohon ini multiguna bagi kehidupan manusia.

Rebung atau bambu muda bisa dijadikan sayur-mayur. Penduduk Asia lazim memanfaatkan bambu muda sebagai bahan olahan makanan. Selera Nusantara menyukai kuliner tradisional yang gurih dan super nikmat.

Sementara, pring atau bambu tua digunakan sebagai bahan anyaman dan bangunan buat dinding, wadah, kurung, pagar, tiang, matras dan lain sebagainya. Di berbagai pelosok desa di Tanah Air, rumah bambu masih banyak kita temui.

Bagi siapapun, bambu bisa dipergunakan untuk kepentingan apapun. Bagi para pengembang, bambu bisa dijadikan sebagai pagar laut untuk pengembangan kawasan yang indah rupawan. Sedangkan, bagi para pejuang kemerdekaan, bambu dijadikan senjata untuk menghadapi Jepang, Belanda dan sekutu.

Bambu pagar laut dipasang sepanjang 30,16 km jelas untuk kepentingan reklamasi. Sebuah proyek pembuatan daratan baru dengan menimbun laut menggunakan pasir atau tanah urukan atau batu. Proyek ini selalu kontroversial di negara manapun. Sebab, ada dampak positif dan negatif.

Satu sisi reklamasi itu bisa menjadi tanggul untuk menghalau gelombang tsunami dan abrasi air laut. Namun sisi lain, reklamasi itu bisa merusak biota dan ekosistem laut serta meningkatkan permukaan air laut dari daratan. Ini dampak ekologis dari reklamasi.

Satu pihak, reklamasi merupakan kawasan baru yang bisa dijadikan tempat pemukiman, industri dan rekreasi bagi warga. Namun, reklamasi itu bisa disalahgunakan untuk menjadi pintu gerbang penyelundupan, peredaran narkoba, perdagangan manusia dan tindak kejahatan lain. Ini dampak ekonomis dan krimininal dari reklamasi.

Satu segi, hasil reklamasi bisa menjadi benteng pertahanan dan keamanan dari ancaman militer dan kejahatan laut. Namun segi lain, reklamasi itu bisa menjadi pangkalan militer dan front musuh untuk menyerang Indonesia. Ini dampak ketahanan dan keamanan dari reklamasi.

Dampak positif dan negatif yang selalu beriringan di atas yang sebagai latar belakang kontroversi selama ini. Apalagi, reklamasi di Indonesia diprakarsai oleh pihak swasta yang dalam banyak kasus menjadi cukong politik, praktek patgulipat antara pejabat dan pengusaha, suap, pelanggaran hukum serta hak adat dan sipil, penyerobotan tanah negara dan rakyat, dan seterusnya.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid menyebut bahwa bambu pagar laut terkait dengan dua perusahan besar pengembang di Tanah Air. Yaitu: PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Santoso. 

Dua perusahaan tersebut memiliki 254 bidang sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang dikantongi dari Kepala Kantor BPN Kabupaten Tangerang dan disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Banten. 

Dua perusahaan ini juga ternyata merupakan anak perusahaan dari Agung Sedayu Group yang dimiliki oleh salah seorang 9 naga yang bernama Sugianto Kusuma alias Aguan.

Menteri Nusron akhirnya mencabut semua sertifikat HGB dan SHM lantaran dinilai mal-administrasi. Pihak Kementerian ATR/BPN bisa membatalkan sertifikat tersebut tanpa proses pengadilan. Karena terdapat cacat administrasi dan sertifikat masih belum berusia 5 tahun, sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021.

Apalagi Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan untuk membongkar bambu pagar laut yang terkait dengan proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 milik Agung Sedayu Group. Pihak Angkatan Laut (AL) dan Kementerian Kelautan dan Perikatan (KKP) telah menindaklanjuti perintah presiden tersebut dengan membongkar bambu pagar laut yang terkait dengan reklamasi.

Dalam konteks ini, keputusan pemerintah di atas adalah bukti keberpihakan pada rakyat melawan oligarki nakal. Tindakan tegas dan keras ini memberi secercah harapan agar negara tak kalah terhadap kekuatan oligarki yang menghalalkan segala cara hatta menabrak prosedur dan hukum yang berlaku.

Prabowo berhasil menghadirkan pemerintahan yang kuat atas dasar semangat patriotisme dan bela negara para pejuang kemerdekaan melawan agresi penjajah dengan bambu runcing. Mereka yang rela berkorban jiwa dan harta demi kemerdekaan Indonesia.

Bambu runcing bukan sekadar bambu, apalagi bambu pagar laut yang disalahgunakan untuk memperkaya orang kaya demi kejayaan perusahaan pengembang raksasa Indonesia. Ia adalah bambu yang menjadi senjata rakyat melawan penjajah kolonial Belanda.

Semula, bambu runcing adalah senjata dari KH Subchi Parakan Temanggung dalam memimpin Barisan Muslimin Temanggung (BMT) melawan pasukan asing yang hendak menguasai bumi Nusantara kembali. Bambu ini diisi doa dan tenaga dalam oleh para kiai pejuang kemerdekaan untuk membangkitkan keberanian dan daya juang dalam perang sabil. Dalam perang ini, mereka hanya memiliki dua pilihan: merdeka atau mati.

Pada umumnya, laskar pejuang seperti BKR, AMRI, Hizbullah dan Sabilillah, menggunakan bambu runcing sebagai senjata vis a vis senjata modern NICA. Para pejuang tersebut tak punya rasa takut dan gentar menghadapi pasukan penjajah Negeri Kincir Angin. Monumen Bambu Runcing, di Jl Panglima Sudirman, Embong Kaliasin, Kec. Genteng, Surabaya, Jawa Timur 60271, adalah bukti penggunaan bambu runcing sebagai senjata massal.

Menurut catatan Belanda, jumlah korban perang kemerdekaan Indonesia antara 1945-1949, terdapat pada kedua belah pihak. Korban di pihak Belanda diperkirakan 5.000 sampai 30.000 orang meninggal. Sedangkan korban pihak Indonesia antara 40.000 sampai 100.000 orang tewas. Jumlah tersebut dihitung dari berbagai pertempuran. Termasuk pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Jadi, bumi Indonesia dengan segala isinya adalah hasil perjuangan kemerdekaan. Banyak nyawa syuhada yang melayang demi kedaulatan rakyat atas negeri ini. Karena itu, konstitusi mengamanahkan pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai berikut:

"Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Disinilah, garis pinjakan Prabowo dalam menghadapi kasus bambu pagar laut. Bahwasanya kemakmuran rakyat di atas kemakmuran pengusaha. Idealnya, rakyat dan pengusaha bisa sejalan dalam membangun negeri. Namun bila terpaksa harus memilih di antara keduanya, Prabowo menjatuhkan pilihan bekerja untuk rakyat.

*Moch Eksan adalah Penulis Eksan Institute

ikuti terus update berita rmoljatim di google news