MLB NU: Akumulasi Persimpangan Struktural-Kultural NU

Zamroni Fauzan
Zamroni Fauzan

MUNGKIN tulisan ini adalah sekuel dari yang pernah saya tulis di tahun 2023 lalu tentang persimpangan antara struktural dan kultural dalam sebuah perkumpulan besar Nahdlatul Ulama.

Saya sebagai bagian dari kaum kultural yang bisa jadi terkriteria sebagai "orang-orang goblok" seperti yang disebut oleh Ketum PBNU dalam suatu kali pidatonya, terus tergelitik nalar dengan apa yang dipertontonkan dari waktu ke waktu.

Dan _gak lidok_ (ternyata beneran; kata arek Surabaya) ketidaknyamanan yang dirasakan Nahdliyin kultural ini, menggelinding dan terus menjadi wacana bola salju besar yang disebut "MLB" (Muktamar Luar Biasa). Ada data yang terungkap dari jajak pendapat yang pernah dibuat YouTube channel Padasuka TV di Januari 2024 lalu, sekitar 88 persen warga NU setuju dengan diadakannya MLB, dan yang tidak setuju hanya terpotret di angka 8 persen. 

Polling ini ditanggapi oleh Pakar Politik Islam, Prof AS Hikam, sebagai salah satu narasumber dalam podcast Padasuka TV itu mengatakan, "MLB polling ini baru pada level ekspresi kejengkelan. Kalau dibiarkan, apalagi kalau PBNU-nya ini menganggapnya hal yang sepele saja, ya ini akan terus. Bukan tidak mungkin tidak terus," tegasnya. 

Tetapi justru ironisnya lagi, Gus Ketum malah menuduh para kiai inisiator MLB ini pun sebagai "orang-orang pengangguran". Maka bisa jadi akhirnya kaum kultural yang dikatain "goblok" dan para masyayikh yang dibilang "pengangguran" ini nantinya akan bertemu, bersatu, bersinergi, lantas terus menggaungkan wacana MLB, sebagai bentuk akumulasi "kegemasan sosial" terhadap kebijakan dan tipikal kepemimpinan PBNU saat ini. 

Lha terus hasilnya bagaimana? Dalam perkembangan terakhir, pada tanggal 17 Desember 2024 ini para kiai yang menyeriusi wacana MLB berencana mengadakan Pra-MLB di salah satu pesantren tertua di Surabaya. _Nah lho_ kelihatannya mulai ada yang panik nih, heuheuheu

Peta Persimpangan Elite Struktural dan Kaum Kultural NU

Saya tidak punya maksud untuk mempertajam eskalasi pro-kontra dalam penyikapan beberapa isu internal. Namun saya hanya mencoba untuk memetakan dan menginvetarisir _asbabul wurud_ di titik mana saja persimpangan antarNahdliyin ini terjadi, sehingga mungkin akhirnya terakumulasi menjadi wacana tuntutan MLB :

01. Kasus care-taker di beberapa kepengurusan PCNU tanpa tabayun dan alasan yang kuat. Diakui atau tidak, kebijakan kontroversial dari PBNU ini tentu melahirkan konflik internal tersendiri. Sempat ramai di pemberitaan kasus di-care taker-nya kepengurusan cabang semisal di Surabaya dan Jombang beberapa tahun silam, dipandang _saru_ oleh sebagian masyayikh mengingat posisi Surabaya dan Jombang sebagai dua kota penting nan sakral bagi jam'iyah NU. Pernah suatu waktu KH. R. Syarif Rahmat RA, pengasuh PP Ummul Quro Ciamis dalam dialog podcastnya mengingatkan agar PBNU berhati-hati dan tidak "main-main" dengan posisi strategis Jawa Timur dan (terutama Surabaya) dalam kesejarahan berdirinya NU.

02. Kasus pemberhentian terhadap KH. Marzuqi Mustamar dan KH. Abdussalam Shohib dari kepengurusan PWNU Jatim. Peristiwa ini juga dipandang kontroversial oleh warga Nahdliyin. Apakah kaitannya berkenaan dengan kecenderungan politik yang berbeda antara Kiai Marzuqi dan Gus Salam yang dikenal dekat dengan PKB dan PBNU yang konon awalnya netral dari politik praktis? _Wallahu a'lam bish showab_. 

03. Perseteruan PBNU dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Saya tidak perlu menjelaskan terlalu jauh soal ontran-ontran ini. Pemberitaannya sudah ramai di media dan panjenengan yang membaca tulisan ini mungkin lebih tahu bagaimana _complicated_ nya hubungan kedua institusi ini.

04. Kecenderungan keberpihakan PBNU terhadap kaum habaib dalam konflik nasab Ba'alawi. Berawal dari sebuah studi yang dilakukan oleh KH. Imaduddin Usman Al-Bantani sejak dua tahun terakhir, yang penelitiannya disusul juga dilakukan oleh kiai-kiai muda lain trah walisongo soal terputusnya nasab habaib yang selama ini diklaim sebagai keturunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW ini ramai juga dibincangkan oleh publik NU. Peng-anaktiri-an PBNU terhadap Kiai Imad sebagai kader NU di PWNU Banten dan kiai-kiai bumiputera trah keturunan walisongo ini sangat disayangkan oleh sekian banyak Nahdliyin kultural. Sementara di sisi lain, banyak oknum habaib yang melakukan pendawiran, tindakan asusila, intimidasi-persekusi, mendiskriminasi dan merendahkan martabat para kiai bumiputera, mengaburkan sejarah NU dan bangsa Indonesia, pembelokan nasab tokoh-tokoh sepuh, pahlawan nasional termasuk walisongo, pemalsuan makam keramat, pengklaiman JATMAN sebagai banom NU dan hak cipta lagu Yahlal Wathon, dll dianggap angin lalu bahkan tetap di-husnuzhon-i oleh PBNU. 

05. Sikap transaksional PBNU menerima tawaran pengelolaan tambang batubara oleh rezim Jokowi dan silent movement pengarahan pilihan politik kepada kandidat tertentu di Pilpres 2024, yang membuat publik menyayangkannya, yang juga akhirnya PBNU (bahkan lambang NU) menjadi bahan bully-an warganet di media sosial. 

06. Dll, dsb. 

MLB, Ikhtiar Kembalikan Marwah NU ke Khithohnya

Dalam POV (point of view) saya sebagai Nahdliyin kultural, wacana MLB adalah hal yang logis untuk diikhtiarkan dan sah-sah saja disuarakan. Meskipun kalau menurut pendapat saya pribadi sih, mau MLB _monggo_, _nggak_ ada MLB juga tidak apa-apa. Yang terpenting bagi saya adalah ishlah (perbaikan) sikap PBNU tidak agar sembrono lagi meremehkan suara-suara Nahdliyin kultural di level grassroot.  

Ada sementara tuduhan, bahwa usaha mewujudkan MLB sebagai salah satu bentuk _bughot_. Menurut saya yang "goblok" ini, tuduhan bughot adalah tuduhan yang asimetris dan agak berlebihan, mengingat MLB adalah sesuatu yang sah dan konstitusional bahkan ketentuannya diatur di dalam AD/ART NU sendiri. 

Lalu mengapa logis? Iya, logis. Karena bagi banyak warga NU kultural, PBNU saat ini sudah acapkali melakukan hal-hal janggal dan blunder dalam berbagai kebijakannya maupun statemen pengurus-pengurusnya seperti lima hal yang saya sebut di atas. Secara langsung-tidak, ini akan memudarkan marwah NU di mata khalayaknya sendiri, bahkan di mata warga bangsa Indonesia lainnya. Jadi, sangat logis apabila semakin banyak suara-suara yang menuntut perubahan struktur PBNU melalui MLB. 

Bagi yang menginginkan adanya MLB, tidaklah menjadi hal yang isykal dan mustahil apabila Allah SWT menghendaki MLB benar-benar terjadi, dan jika pengurus-pengurus NU di level PW dan PC tetiba digerakkan hatinya menjadi berani untuk mewujudkan doa yang diajarkan Amirul Mu'minin Sayyidina Umar Ibn Khattab "Allahuma arinal haqqo haqqon warzuqnat-tiba'ah, wa arinal bathila bathilan warzuqnaj tinabah".

Akhiron yang saya tekankan, harapan besar kaum kultural seperti saya, tentu PBNU tidaklah menjadi entitas yang otoritarian lebih-lebih Macchiavelian. Tetaplah mengayomi dan memberikan ketentraman bagi semua seperti sediakala.

Dan kami mohon kepada Tuan sekalian yang terhormat yang sedang berada di puncak menara gading, supaya kembali membawa NU kepada khithoh sesuai gambar tali melingkari jagad di lambang NU; menjaga persatuan dan soliditas antara ulama dan umatnya seperti yang dikehendaki para muassis Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari, KH. Mas Nawawi Sidogiri dan KH. Ridlwan Abdullah sebagai pencipta lambang. Yang di mana menurut riwayat, beliau-beliau para muassis memperlambangkan tali itu adalah karena motivasi dari ayat Qur'an: "wa'tashimu bi hablillahi jami'an wala tafarroqu".

_Wallahul muwafiq ila aqwamith thoriq._ 

 Penulis merupakan  bagian dari warga NU biasa)_

ikuti terus update berita rmoljatim di google news