Merasa Dicurangi Saat Tes Perangkat Desa, Warga Luruk Pemkab Situbondo

Wakil Bupati Situbondo, Khoirani menemui warga yang mengadu terkait dugaan kecurangan penjaringan perangkat desa/RMOLJatim
Wakil Bupati Situbondo, Khoirani menemui warga yang mengadu terkait dugaan kecurangan penjaringan perangkat desa/RMOLJatim

Tak terima lantaran tidak lolos tes penjaringan perangkat, sejumlah orang dari lima desa di Kecamatan Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur, mengadu ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, Rabu (19/5).


Kedatangan mereka disambut Wakil Bupati Khoirani, di ruang Intelligence Room lantai II Pemkab. Datang tidak sendirian, barisan 'sakit hati' ini didampingi penasehat hukumnya, Supariyono.

"Tadi keinginan beliau-beliau ini sudah kami tampung, nanti akan kami sampaikan sama bapak bupati dulu. Hasilnya seperti apa, akan kami bahas bersama dengan bupati," jelas Khoirani, kepada Kantor Berita RMOLJatim, usai acara.

Masih menurut Khoirani, melihat fakta yang dibeberkan melalui panesahat hukumnya, adanya kecurangan berupa kebocoran soal memang sangat menguat. Untuk itu, dirinya juga akan menelusuri hal itu dan jika benar, maka pemerintah akan memerintahkan untuk diadakan tes ulang dari penjaringan tersebut.

Di lain pihak, Supriyono berargumen jika langkahnya mendampingi peserta tes penjaringan perangkat desa ini, lantaran karena urusan kemanusiaan. Dirinya melihat, proses penjaringan perangkat desa itu kental dengan kecurangan.

"Dengan adanya bukti-bukti bahwa ada salah satu peserta yang membawa kunci jawaban, dan itu ditulis di pakaiannya sudah jelas itu pelanggaran. Kami berharap ini diusut tuntas, karena memang itu dugaan pelanggaran," jelasnya 

Masih menurut pengacara yang juga dosen fakultas hukum ini, adanya bocoran kunci jawaban 100 soal yang diujikan, itu jelas dilakukan oleh lebih dari satu orang.

"Ada apa ini, ini siapa yang mengatur itu harus diungkap. Karena menurut kacamata kami, hal itu terjadi tidak dilakukan oleh satu orang, melainkan banyak pihak yang diduga terlibat," bebernya.

Belakangan diketahui, jika semua fakta yang berhasil dikumpulkan ternyata sudah diadukan ke kepolisian olehnya. Meski sifatnya hanya pengaduan, atas dugaan persekongkolan bahkan dugaan adanya indikasi suap dan gratifikasi

"Dari awal kami melihat ini sudah ada indikasi tidak benar (penjaringan perangkat desa), dan dari keterangan yang kami kumpulkan juga, ternyata orang-orang yang diduga sudah memiliki porsi jabatan di desanya, ternyata memang memiliki hasil tes yang tinggi. Disitulah, aparat penegak hukum bisa mendalami," jelasnya lagi.

 Jika tuntutan peserta yang tidak lolos ini dikabulkan Pemkab, artinya akan ada tes ulang, Supriyono tetap berharap agar aduannya di Polres tetap ditindaklanjuti, karena hal itu adalah dua persoalan yang berbeda 

"Jika dalam perjalanan polisi menemukan adanya pelanggaran hukum, maka itu harus jelan terus meski Pemkab mengabulkan keinginan beliau-beliau untuk tes ulang. Karena itu adalah dua kasus yang berbeda, dan ini sebagai pelajaran kedepan agar penjaringan perangkat desa bisa dilaksanakan secara terbuka dan jujur," tutupnya.

Benar ada dugaan suap? Supriyono enggan menjelaskan, hanya saja dirinya berasumsi bisa jadi ada suap, karena ditengah pandemi Covid-19, sulitnya mencari kerja memang dirasakan. Apalagi, gaji perangkat desa saat ini jauh diatas upah minimum kabupaten (UMK).

Informasi lain yang diperoleh, konon peserta penjaringan perangkat itu, akan menempati total 16 jabatan yang tersebar di lima desa. Rata-rata mereka yang akan menduduki jabatan tersebut merupakan pendukung kepala desa saat Pilkades. Meski dilakukan penjaringan secara terbuka, namun nuansa 'bermain curang' cukup kuat, dengan tujuan agar orang-orang tertentu bisa lolos tes.