Pegiat Medsos Harus Paham Kode Etik Jurnalistik, Mereka Menang di Konten Tapi Tidak Sadar Kalau Disiarkan

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan DPRD Kota Kediri gelar diskusi bertajuk "Persepektif Hukum Pers dan Media Sosial", Sabtu (5/06/2021)/RMOLJatim
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan DPRD Kota Kediri gelar diskusi bertajuk "Persepektif Hukum Pers dan Media Sosial", Sabtu (5/06/2021)/RMOLJatim

Media sosial dengan serba serbi informasi yang beredar di dalamnya telah menjadi media alternatif bagi masyarakat. Namun, kurangnya akurasi data yang disajikan lewat medsos berpotensi menimbulkan disinformasi.  


Problema tersebut jadi pembahasan salah satu pembahasan dalam forum komunikasi gelaran Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia dan DPRD Kota Kediri yang bertajuk "Persepektif Hukum Pers dan Media Sosial", Sabtu (5/06/2021). 

Akademisi Dr Aprilani menekankan media mainstream seperti koran, tv, radio ataupun media online masih bisa jadi patokan. Karena produk media mainstream jelas yakni berita atau karya jurnalistik sementara media sosial adalah informasi. 

"PR kita adalah bahwa kecepatan teknologi itu tidak akan terkejar oleh regulasi. media sosial itu harus harus kita tata ulang  pengelolaannya baik cara pemakaian maupun penegakan sanksi pada pengguna atau user," kata Dr Aprilani dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (5/6). 

Pria yang juga dosen komunikasi IAIN Kediri ini menekankan para pegiat informasi di media sosial untuk tidak hanya pandai dalam proses kreatif, tapi juga perlu untuk mengenal dan memahami kaidah dan Kode etik jurnalistik yang ada. Kode etik jurnalistik sendiri selama ini menjadi salah satu pedoman dalam kreasi karya jurnalistik. 

"Pegiat media sosial itu sekarang kan sudah menang di konten kreator, jadi mereka sudah kreatif tapi dia lupa bahwa kalau disiarkan, kalau diberitakan itu menjadi produk jurnalistik. Jadi akan lebih baik pegiat media sosial itu juga mengerti tentang kode etik jurnalistik dan menerapkan  sebagai patokan agar masyarakat itu juga teredukasi secara benar," tutur Dr Aprilani.

Sementara itu, Anggota komisi A DPRD Kota Kediri Reza Darmawan, yang juga hadir sebagai narasumber menuturkan, masyarakat dan juga instansi pemerintahan harus bisa membedakan mana yang berita atau sekedar informasi. 

"Sesuatu hal di media sosial jangan langsung ditanggapi. pastikan berita itu betul atau tidak. Apalagi itu bentuknya informasi. Kalau masih informasi di media sosial yang diunggah dan langsung dieksekusi tidak mempunyai kekuatan yang kuat. Ini harus dirubah. Instansi pemerintah harus cakap dan paham mengolah berita, dan menata berita ini benar atau tidak," tukas Reza Darmawan. 

Dari forum ini, Reza menekankan 2 hal penting terkait kebenaran informasi dan berita yang dibagikan ke masyarakat. 

"Pertama adalah kesetaraan bagaimana teman-teman media sosial maupun media jurnalistik mempunyai kemampuan dan kualitas yang sama untuk memberikan informasi yang tepat dan benar kepada masyarakat sehingga masyarakat juga tidak terombang-ambing apakah berita ini hoax atau bukan. Karena sudah jargon kita semua untuk memerangi hoax. Kedua adanya semacam kesepakatan bersama, media sosial dan media jurnalistik membuat forum dan diskusi setiap 2 bulan sekali yang tujuannya menyetarakan terkait tutur kata dan menulis sesuai konteks mereka," kata Reza lagi. 

Reza turut mengapresiasi forum komunikasi ini, karena memunculkan beberapa hal penting yang bisa dikaji di tingkat wakil rakyat. Walaupun masih jauh dari pembentukan sebuah produk hukum. 

"Dari forum yang luar biasa ini saya  mendapatkan informasi yang luar biasa, juga mendapatkan banyak hal yang harus kami lakukan sehingga hasil dari forum ini akan dibawa ke lembaga DPRD untuk kami kaji, Insyallah kalau ini memang baik, bisa  berkembang menjadi kebijakan yang dirasakan semuanya itu harapannya," pungkas Reza. 

Ditegaskan ketua IJTI Roma Duwi Juliandi kegiatan ini bukanlah untuk mendeskreditkan salah satu pihak, tapi lebih ke solusi bagaimana baik media mainstream ataupun media sosial tetap bisa berjalan beriringan sesuai dengan aturan. 

"Acara ini bertujuan untuk mencari solusi yang terbaik antara media mainstream dengan media sosial dalam perkembangan zaman saat ini memang ini beriringan. Keduanya memang digunakan oleh masyarakat kedua-duanya. Jadi di dalam acara ini tadi memang disampaikan bagaimana aturan-aturan terutama untuk media sosial ketika mengutip berita dari media mainstream. Tidak ada hal yang bertujuan mendeskreditkan satu sama lain, kegiatan ini untuk menyelaraskan agar menyebarkan sebuah informasi itu sesuai dengan aturan-aturan," jelas Roma Duwi Juliandi.


ikuti update rmoljatim di google news