PPI dan Bangunan Human Capital Pedesaan di Jawa Barat

 Dadan K Ramdan/Ist
Dadan K Ramdan/Ist

TELAH menjadi kesepakatan umum tak bertraktat di semua organisasi, baik orpol dan ormas bahkan ogranisasi sosial keagamaan yaitu bahwa setiap periode baru kepengurusan diawali dengan pengesahan dan pelantikan, baru kemudian membahas program dalam rapat kerja dan bekerja merelasisasikan setiap agenda program kerja menurut bidang nya masing-masing. Meskipun banyak diantaranya kemudian terjebak dalam problematika internal yaitu ngurus pengurus, karena banyak pengurus yang tidak aktif.

Terlepas dengan punya atau tidak punya dana, rentetan pengesahan, pelantikan lalu rapat kerja dan mengerjakan program itu menjadi sebuah kemutlakan yang diyakini sebagai keabsahan yang tepat benar nya, tapi yang semua rangkaian itu pasti memerlukan biaya. 

Lantas dari mana biaya itu ...?

Ada diantaranya Ormas tidak kesulitan untuk melakukan rangkai kegiatan di atas secara utuh, karena sistem muamalah nya telah mampu membiayai segela jenis kebutuhan organisasi, sementara dilain hal ada yang tidak akan kesulitan karena iuran yang effektive, lantas bagaimana dengan yang tidak memiliki itu semua..... 

Solusi nya akan kontradiktik dengan sistem bisnis, disalah satu sisi pemerintah banyak melakukan swastanisasi, tetapi di sisi lain malah kebalikan nya, banyak organisasi swadaya tidak menjadi swadaya karena melakukan gouvernance, merapatkan diri dengan pemerintah agar mendapatkan peran menjadi bagian agenda kerja pemerintah, baik dari pusat hingga daerah, bahkan sampai tingkat desa – desa, akan tetapi produknya menempatkan rangkaian di atas menjadi bagian agenda sumir, yang mengerikan adalah sampai mencari THR mengatasnamakan Organisasi, giliran menjalankan roda organisasi, muncul sikap ambivalen yang tak berkesudahan. 

Bagaimana dengan PPI, terkhusus di Jawa Barat....?

Sampai dengan tersusun dan disahkan nya kepengurusan periode baru dan sudah berjalan hampir satu tahun ini belum juga melengkapi rangkaian di atas, tapi langsung menggelar agenda kerja terapan yang mampu menghasilkan beneficiary di tengah – tengah masyarakat desa. 

Kecenderungan rekrutasi pengurus yang didominasi para pengusaha kecil dan menengah bahkan mikro, telah memunculkan ide dan gagasan pragmatikal dengan menyepakati model usaha partisipan dan melibatkan semua potensi pengurus untuk mengembangkan sektor bisnis nya di pedesaan. 

Muncul lah kini yang berjalan yaitu usaha penyediaan pakan, sambil merancang dan memulai sistem jejaring usaha peternakan sapi, domba dan kambing, bahkan susu kambing dan susu sapi sedang menjadi prioritas. 

Model ini memang belum menyeluruh dijadikan sebagai couvering business di pedesaan, karena ada sektor lain seperti forestry dan land fishing serta oceanary area, tetapi paling tidak pragmatisasi di tingkat ranah bisnis pedesaan yang telah dijalankan, menjadi studi kasus dan laboratorium awal untuk mengambil setiap deskripsi peristiwa agar dapat di angkat sebagai tema besar dan mendasar menjadi program jangka panjang dan berkelanjutan dalam menjalankan roda organisasi. 

Konstruksi Human Capital di Pedesaan

Rangkaian perjalanan hampir satu tahun dalam mempersiapkan model bisnis dengan studi kasus penyediaan pakan di daerah – daerah pedesaan, telah melibatkan banyak varian potensi dan banyak memunculkan inspirasi dengan tingkat percepatan luar biasa.

Varian potensi yang hanya dalam satu studi kasus ini menjadi kumulasi energi solid untuk mengangkat tema tahap awal yaitu membangun human capital melalui ekosistem komunitas bisnis dan digitasi sistem yang berkelanjutan dipedesaan.

Model human capital seperti apa yang harus di bangun oleh PPI di jawa barat, adalah akselerasi kecerdasan dan skill masyarakat petani di tingkat desa untuk mencapai kesetaraan komunitas masyarakat berpengetahuan.

Model masyarakat berpengetahuan menjadi ending tahap awal program nya yaitu satu bentuk habitat kolektive manusia di pedesaan yang berpartisipasi dan berperan aktif  dalam proses pembangunan dengan menguasai keterampilan dasar dan berkemampuan teknis yang diperlukan dalam setiap usaha - usaha yang dijalankan nya serta  mempunyai akses informasi dengan baik.

Studi kasus penyediaan pakan sapi akan menjadi konstruksi bangunan pemodelan human capital dan bisa di copy paste serta diujicobakan pada sektor lain, disaat melibatkan tenaga kerja lokal, pengetahuan berbasis kearifan lokal dengan memperhatikan informasi global dan tanpa mengindahkan sistem digital untuk menerapkan sistem dan informasi serta  adviced manajemen sistem secara optimal. 

Feedback kemanfaatan yang didapatkan....?

Kemanfaatan penyediaan pakan sapi, tidak hanya berimplikasi positive dalam pencarian susunan narasi dan retorika tema gramatikal, tetapi juga secara pragmatis pada kumulasi kapital dalam mempersiapkan diri menjadi barisan yang kokoh agar keterpenuhan rangkaian menggerakan roda organisasi nya memiliki kemandirian yang positive. 

Arti nya kepositivan PPI bisa bergandengan dengan siapa saja tetapi tidak asal siapa saja, yaitu siapa saja yang concern pada tema masyarakat pedesaan, kita pasti berpikir, bergerak dan bersahabat demi program yang tepat.

Dadan K Ramdan

Penulis adalah Sekretaris Umum Pehimpunan Pergerakan Indonesia Pimpinan Daerah Jawa Barat