Pemutaran Film HOL di Surabaya Dihadiri Pecinta Alam, Begini Kata Kreator Film Soal Sosok Herman Lantang 

Pemutaran film dokumenter Herman O Lantang (HOL) di kantor Harian Disway. Ressy Elang Andrian (paling kanan)/RMOLJatim
Pemutaran film dokumenter Herman O Lantang (HOL) di kantor Harian Disway. Ressy Elang Andrian (paling kanan)/RMOLJatim

Pemutaran film dokumenter Herman O Lantang (HOL) di kantor Harian Disway, Jalan Walikota Mustajab No.76, Surabaya, Sabtu (23/10), dihadiri mayoritas pecinta alam. 


Film HOL berdurasi 1 jam 40 menit besutan Ressy Elang Andrian menceritakan sosok Herman Lantang, seorang pendaki gunung sekaligus pendiri Mapala UI (Universitas Indonesia). 

"Di Surabaya dilakukan 5 kali pemutaran. Besoknya kita putar di Omah Kumpul, Batu Malang," kata kreator film, Ressy pada Kantor Berita RMOLJatim. 

Yang menarik dari film HOL, proses syuting dilakukan saat Sang Tokoh masih hidup hingga meninggal dunia. Sehingga kesan yang tertangkap dalam film seperti mengisahkan detik-detik kepergian Herman Lantang, mantan aktivis di zaman Soekarno ini lahir di sudut kota kecil Tomohon, Sulawesi Utara pada tanggal 2 Juli 1940.  

"Kami tidak menyangka saat proses syuting, Opa Herman menghembuskan nafas terakhir. Dalam tayangan akhir itu, ada seekor anjing kesayangan Opa Herman yang biasanya berlarian begitu dipanggil. Tapi di situ anjing tersebut hanya diam, tidak seperti biasanya. Mungkin sudah mengetahui Opa Herman bakal pergi," ujar Ressy. 

Dalam penggarapan film HOL, Ressy sendiri sebelumnya tidak punya rencana untuk menggarap film dokumenter berdurasi panjang. 

"Film ini awalnya tidak terencana. Kita saat itu mau bahas konten Youtube. Saya pun teringat dengan sosok Herman Lantang yang pernah menjadi narasumber di film Hawa Mahameru," cerita Ressy. 

Karena ketertarikannya dengan sosok Herman Lantang, Ressy kemudian berinisiatif membuat film dokumenternya. 

"Jujur, film HOL adalah dokumenter berdurasi panjang yang pernah saya bikin. Sebab biasanya saya cuma bikin film dokumenter berdurasi pendek," urainya. 

Sebelum film digarap, maka dimulailah riset sejak 2018 sampai 2019. "Saya tidak bilang riset setahun cukup. Karena banyak hal mengenai Herman Lantang yang belum kita ketahui. Tapi di sini kita mau menampilkan sebuah kejujuran. Tidak ada fiksi. Semua nyata berdasarkan kesaksian sahabat Herman Lantang," tandasnya. 

Namun ketika film dalam proses finishing, Herman Lantang kemudian dipanggil Yang Maha Kuasa pada Senin, 22 Maret 2021. Herman Lantang tutup usia pada usia 80 tahun. 

"Ini adalah penyesalan saya. Sebab film ini belum sempat ditonton oleh Opa Herman. Sebelumnya Opa Herman sempat bilang ingin melihat filmnya, tapi karena masih belum selesai, kita tidak bisa mengabulkan permintaannya."

Akhirnya di akhir film HOL, pengambilan gambar terakhir dilakukan saat Herman Lantang sudah berada di peti mati hingga prosesi pemakamannya.  

"Itu terakhir kali kita mengambil gambar Opa Herman. Jadi film HOL seperti mengisahkan detik-detik sebelum kepergian Opa Herman," terang Ressy. 

Dalam pembuatan film HOL, Ressy mennyebutkan bahwa dirinya ingin menampilkan seutuhnya sosok Herman Lantang yang pernah menjadi teman seperjuangan Soe Hok Gie.  

"Pembuatan film HOL tidak ada intervensi dari pihak lain. Film ini diangkat dari kesederhanaan Herman Lantang meski beliau sudah menjadi legenda di kalangan pendaki gunung. Saya ingin penonton terutama generasi muda pecinta alam mengenal sosok Opa Herman dari sisi lain," demikian Ressy.    

Dan memang seperti dalam tayangan film HOL, sosok Herman Lantang digambarkan sebagai sosok sederhana. Dia seorang pecinta anjing, tidak suka musik dangdut, mencintai musik-musik country, senang menghabiskan waktu bersama keluarga, bisa memasak, hingga suka bergaul dengan teman-teman sesama pendaki. 

Mengutip kata-kata Herman Lantang di akhir film, "Saya tidak ingin menjadi terkenal. Saya hanya ingin dikenal Tuhan agar bisa masuk ke surga."