DPRD : Insentif Jangan Hanya Diberikan ke Guru Saja

Anik Maslachah/ist
Anik Maslachah/ist

Warga Sidoarjo menyampaikan keinginannya agar insentif tidak hanya diberikan guru saja. Tetapi tenaga penyelenggara pendidikan lainnya juga diharapkan mendapatkan insentif dari pemerintah.


Keinginan itu disampaikan salah satu warga kepada Anggota DPRD Jatim Anik Maslachah saat jaring aspirasi di daerah pemilihannya, Sidoarjo.

Tenaga penyelenggara pendidikan selain guru yang dimaksud warga Sidoarjo seperti halnya pegawai bagian tata usaha, tukang kebun, dan perpustakaan.

"Kalau bisa insentif tidak hanya diberikan kepada guru saja. Tetapi juga diberikan ke tenaga kependidikan lainnya seperti bagian TU, dll," ujar salah satu warga Sidoarjo.

Warga Sidoarjo Menyampaikan uneg-unegnya tersebut karena sebagiannya berkerja di lembaga pendidikan. Ia mengaku kadang-kadang diberi rejeki dari guru-guru jika insentifnya cair. "Kita memang kadang-kadang dikasih sedikit rejeki jika insentif guru cair. Itupun sekadarnya, dan tidak sering," ungkapnya. 

Menanggapi hal tersebut, Anik Maslachah tak memungkiri 

beberapa resesnya ada usulan insentif bagi tenaga penyelenggara pendidikan lainnya. Apalagi saat ini ada program dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yakni Tistas (Pendidikan Gratis Berkualitas).

Politisi asal PKB tersebut mengungkapkan bahwa dalam reses tersebut ada aspirasi dari masyarakat yakni menginginkan insentif tidak hanya diberikan kepada guru. Tetapi juga ke penyelenggara pendidikan lain. 

"Penyelenggara pendidikan tidak hanya guru, tapi juga ada tenaga kebun, yang mereka juga mempunyai jasa soal investasi anak bangsa," tuturnya. 

Wakil Ketua DPRD Jatim itu menegaskan, melihat kondisi seperti saat ini, pemerintah perlu memberi hak yang sama kepada tenaga penyelenggara pendidikan. Apalagi saat ini Biaya Penunjang Operasional Penyelenggara Pendidikan (BPOPP) jenjang SMA/SMK tidak penuh 12 bulan. Tetapi hanya 9 bulan. 

Pemprov Jatim beralasan turunnya jumlah BPOPP karena dana dipergunakan penanganan pandemi Covid-19. Jika hal ini terus terjadi akan berpengaruh sekolah, terutama swasta. Mengingat selama ini operasional hanya mengandalkan BPOPP. Maka mengacu pada Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, 20 persen dari total APBD harus menjadi skala prioritas untuk pendidikan.

"Maka diharapkan yang dikurangi hanya tahun 2021. Karena sekolah2 kesulitan terutama swasta," terangnya.

Mantan Wakil Ketua DPRD Sidoarjo itu menegaskan, turunnya jumlah BPOPP akan berimplikasi kepada masyarakat yakni tarikan SPP semakin besar. Apalagi untuk Madrasah Aliyah (MA) karena dibawah naungan langsung Kementerian Agama, bukan Kemendikbud, sehingga ada keterbatasan. 

"Padahal Tistas. Ini akhirnya kurang nyambung," pungkasnya.