Krisis Minyak Goreng dan Pentingnya Komunikasi

Ilustrasi / net
Ilustrasi / net

KRITIK Presiden Joko Widodo sepanjang Sidang Kabinet Paripurna tanggal 6 April lalu sangatlah serius. Disinyalir, terdapat  beberapa menteri yang tidak melakukan komunikasi dengan rakyat. 

Dicontohkannya, rakyat tidak memiliki informasi yang memadai perihal naiknya harga minyak goreng selama 4 bulan terakhir. Memang dalam kenyataannya, itulah yang terjadi.

Walaupun para petinggi negeri sudah melakukan komunikasi langsung dengan masyarakat, termasuk menyampaikan pandangannya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun dalam pandangan presiden yang terbiasa mengaitkan perkembangan di dalam negeri dengan situasi internasional, hal ini belumlah cukup.

Karena naiknya dan langkanya minyak goreng, sangatlah berdampak pada ketahanan rumah tangga ratusan juta penduduk sekaligus, sehingga berimbas krisis kepercayaan masyarakat pada pemerintah, sehingga berdampak pula pada kemampuan pemerintah menangani pembangunan yang semakin kompleks dan pelik.

Pada saat yang sama, konflik Rusia-Ukraina yang telah sebulan berlangsung, sudah dengan cepatnya menaikkan harga energi diseluruh dunia, yang secara otomatis menaikkan biaya hidup masyarakat dunia, termasuk masyarakat di Indonesia sendiri.

Khusus untuk Indonesia, minyak goreng ternyata tidak berdiri sendiri, karena dapat dikategorikan sebagai bagian dari Sembilan Bahan Pokok (Sembako), yang sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017, terdiri dari: (a) Beras, (b) Jagung, (c) Kedelai, (d) Gula, (e) Minyak Goreng, (f) Bawang Merah, (g) Daging Beku dan Daging Segar, dan (i) Daging Ayam Ras.

Mengingat sangat pentingnya peranan minyak goreng ini, maka pergerakan harganya akan dengan mudahnya mempengaruhi ketahanan keluarga.

Komunikasi memang sangatlah penting, terutama pada tahun politik  saat ini, di mana dukungan maupun kritik atas pemerintah di tingkat pusat dan daerah semakin meningkat.

Namun dilihat dari persepsi masyarakat luas, pemerintah perlu bekerja lebih keras, sehingga mampu menstabilkan harga, menjaga ketersediaannya, termasuk mencegah pelarian minyak goreng keluar negeri.

Komunikasi seperti apakah yang diperlukan? Terdapat beberapa jenis komunikasi, berikut praktik pelaksanaannya. Tidak saja perihal minyak goreng, tapi seluruh komponen Sembako, yang sama pentingnya dengan minyak goreng itu sendiri.

Karena tidak mustahil, saat Natal dan Tahun Baru nanti, akan terjadi kelangkaan serupa, dan sekitar Ramadhan tahun depan, krisis Sembako ini ini terulang lagi.

Pertama, komunikasi saat normal. Dalam hal ini, pemerintah hendaknya secara teratur pada jam-jam tertentu, menggunakan media komunikasi nasional yang dimilikinya, terutama sekali RRI dan TVRI, yang memiliki jangkauan sangat luas.

Pada intinya, pemerintah menyampaikan harga dan ketersediaan Sembako diberbagai kota besar hingga pelosok negeri, yang urutan lokasinya dapat dibuat secara acak.

Mungkin penyiaran semacam ini terkesan membosankan dari hari ke hari, namun cukup menjadi penggentar bagi mereka yang terbiasa mempermainkan harga, untuk tidak lagi mengacaukan stabilitas dalam negeri Indonesia.

Pada komunikasi saat normal ini, pemerintah hendaknya juga memastikan berjalannya seluruh rantai produksi dan distribusi, termasuk ketersediaan sembako tersebut di berbagai gudang, pasar, dan lokasi penyimpanannya. Penting juga memuat data Harga Eceran Tertingginya (HET) diberbagai lokasi.

Kedua, komunikasi saat genting. Komunikasi ini dijalankan saat terjadinya situasi yang memberatkan ekonomi masyarakat seperti meningginya tingkat inflasi, saat terjadinya bencana alam, termasuk menjelang hari-hari besar keagamaan.

Dalam hal ini, komunikasi disampaikan secara benar dan terbuka,  termasuk di Dewan Perwakilan Rakyat tingkat pusat dan di bawahnya.  Komunikasi tersebut tentunya sudah memuat sanksi tegas pada siapa pun yang melakukan permainan harga, mulai dari pabrik, penyalur, hingga pelaku pasar.

Komunikasi saat genting ini juga memuat jaminan pemerintah tidak terjadinya aliran bahan baku Sembako keluar negeri, serta pengetatan impor sembako yang berpotensi menghancurkan harga di dalam negeri.

Komunikasi yang memuat ketegasan ini bukan saja menjamin stabilitas pasar, namun juga menjamin kewibawaan pemerintah di dalam dan luar negeri.

Apakah kedua komunikasi diatas sudah cukup? Diperlukan kebijakan lanjut, guna menjamin terwujudnya swasembada sembako, terutama sekali disektor minyak goreng. Untuk itu, pemerintah wajib mempermudah pendirian pabrik minyak goreng, baik dalam skala besar maupun kecil, guna mendekatkan sektor ini langsung ke masyarakat.

Seluruh proses pendirian pabrik ini, mulai dari proses perizinannya hingga bukti ketaatan pengusaha atas prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutannya, juga perlu dikomunikasikan pada masyarakat.

Juga alangkah baiknya, jika pabrik-pabrik sembako tersebut dikelola oleh berbagai Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK), berikut kerjasamanya dengan lembaga penelitian dan lembaga riset di dalam negeri.

Dengan demikian, tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintahnya tetap terpelihara.

Komunikasi Sembako memang sederhana. Namun jika tidak dilaksanakan dengan baik, berdampak pada rasa percaya masyarakat pada pemerintah mereka sendiri.

*Wakil Rektor bidang Akademik Universitas Bunda Mulia


ikuti update rmoljatim di google news