Pelaku Usaha Keluhkan Perizinan, DPRD Banyuwangi Panggil Pejabat Terkait

Rapat koordinasi dewan bersama sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Banyuwangi membahas keluhan perizinan/ist
Rapat koordinasi dewan bersama sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Banyuwangi membahas keluhan perizinan/ist

Menindak lanjuti keluhan dari para pelaku usaha terkait perizinan, DPRD Kabupaten Banyuwangi memanggil sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Banyuwangi.


Dalam Rapat Koordinasi itu dihadiri pejabat di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas PU Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (DPUCKPP), Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup, serta pelaku usaha dari Real Estate Indonesia (REI).

Berdasarkan laporan yang masuk kepada DPRD Kabupaten Banyuwangi, sepanjang satu tahun ini terdapat banyak kendala yang dialami pelaku usaha. Hal itu seiring diberlakukan sistem yang yakni, Online Single Submission atau OSS.

Hal itu, adalah imbas dari turunan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sejumlah pelaku usaha kesulitan memperoleh izin dari DPM PTSP Kabupaten Banyuwangi.

“Keluhan dari beberapa pelaku usaha terkait perizinan yang hampir satu tahun mandek atau tersendat. Karena adanya masa transisi program OSS pasca-berlakunya Undang-undang Cipta Kerja sehingga butuh proses penyesuaian,” ungkap Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, M Ali Mahrus, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Senin (4/7).

Dalam UU Cipta Kerja, terdapat tiga (3) aturan terkait lingkungan hidup. Di antaranya, pembuangan akhir limbah perumahan harus melalui pembuangan bawah tanah, resapan dan dibuang di badan sungai.

Menurutnya, yang banyak menjadi keluhan terkait lingkungan hidup dengan sistem OSS. Utamanya, kata Ali Mahrus, oleh kalangan pelaku usaha pengembang perumahan.

“Kalangan pengembang perumahan merasa kesulitan menerapkan ketentuan pembuangan limbah rumah tangga dari perumahan sesuai Undang-undang Cipta Kerja itu,” paparnya. 

Untuk itu proses perizinan pemukiman dan kaitan dengan lingkungan yang sehat ini merupakan urusan wajib yang harus segera dicarikan solusi. Hal itu dilakukan, untuk menjaga perekonomian di daerah agar tetap berjalan.

Sebab, jika sampai tersendat, maka imbasnya juga terhadap Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Selain itu, perputaran ekonomi masyarakat ikut tersendat pula. Lantaran banyaknya warga yang bekerja di sektor tersebut.

Meski demikian dalam rapat koordinasi, semua pihak bisa memahami tersendatnya proses perizinan selama ini. Karena birokrasi bekerja sesuai dengan aturan, sehingga mereka tidak berani menabrak ketentuan agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

“Untuk mencari solusi ini, dewan berencana melakukan konsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI,” pungkas Mahrus.