Ditanya Anaknya Kapan Ayah Pulang?, Herry Luther Pattay Ngaku Tak Bisa Jawab

Terdakwa Herry Luther Pattay saat sidang online/RMOLJatom
Terdakwa Herry Luther Pattay saat sidang online/RMOLJatom

Terdakwa Herry Luther Pattay tak hanya mengajukan nota pembelaan (Pledoi) atas tuduhan dan tuntutan hukuman yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Surabaya melalui kuasa hukumnya.


Eks ASN Dinkopdag (sekarang Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan) Surabaya yang terseret dalam kasus mafia perijinan SIUP MB (minuman beralkohol) juga mengajukan pembelaan secara pribadi.

Dalam pembelaan yang dituangkan dalam selembar kertas berwarna putih itu, terdakwa Herry Luther Pattay yang saat itu mengikuti persidangam secara daring mengakui segala perbuatannya.

Bahkan ia juga menyesali tindakannya tersebut hingga akhirnya duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Surabaya.

"Selamat siang, salam hormat saya untuk Yang Mulia Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum Saya. ljinkan saya secara pribadi menyampaikan Pembelaan, atau lebih tepatnya permohonan pengampunan atas perbuatan yang sudah saya lakukan. Pertama-tama saya ingin mengakui bahwa saya memang bersalah telah khilaf melakukan perbuatan pemalsuan, dan saya sangat menyesal atas perbuatan saya tersebut. Saya tidak berpikir panjang bahwa dampak dari perbuatan saya tersebut membawa saya pada masalah hukum ini," bunyi nota pembelaan pribadi terdakwa Herry Luther Pattay dikutip Kantor Berita RMOLJatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (20/6).

Tak hanya itu, dalam pembelaannya secara pribadi tersebut terdakwa Herry Luther Pattay juga berharap agar majelis hakim yang menyidangkan perkaranya ini dapat menjatuhkan vonis seringan-ringannya.

Sebab ia merupakan tulang punggung dalam mencari nafkah untuk keluarganya.

"Di kesempatan kali ini, saya mohon kepada Majelis Hakim untuk dapat meringankan hukuman saya, karena saya adalah seorang kepala keluarga, seorang ayah, suami dan anak, dimana saya merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga," ungkapnya.

Selain itu, terdakwa Herry Luther Pattay juga menyatakan tak bisa melihat pertumbuhan anaknya bila ia menerima vonis yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

"Anak saya masih kecil, umurnya masih 3 tahun, saya tidak bisa membayangkan melewatkan tumbuh kembang anak saya, jika saya harus berada didalam penjara untuk waktu 2 Tahun lebih," jelasnya.

Dalam pembelaannya itu, terdakwa Herry Luther Pattay juga mengaku berdosa terhadap istri dan ibunya.

Sebab dengan perbuatannya itu, kini istrinya harus membanting tulang untuk mencari nafkah.

Sedangkan ibunya yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya, tetapi kini harus bekerja sendiri demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Selain itu saya sudah sangat berdosa, dimana akibat dari perbuatan saya ini, istri saya harus bekerja untuk menghidupi anak kami, sedangkan ibu saya yang merupakan orang tua saya satu - satunya, harus sampai bekerja sebagai buruh cuci baju untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," paparnya.

Maka dari itu, terdakwa Herry Luther Pattay memohon agar majelis hakim yang menyidangkan perkaranya dapat menjatuhkan vonis seringan-ringannya.

"Saya berharap majelis hakim dapat memberikan pengampunan kepada saya dan memberika saya kesempatan untuk dapat memperbaiki kesalahan saya dengan memberikan hukuman yang seringan-ringannya, harapan saya adalah dibawah 2 Tahun," harapnya.

Diakhir pembelaannya, terdakwa Herry Luther Pattay kembali mengaku menyesali perbuatannya. Sebab ketika menerima kunjungan dari anaknya. Ia selalu tak bisa menjawab pertanyaan anaknya tersebut.

"Saya menyesal atas kesalahan saya, saya bersedih setiap kali anak saya berkunjung ke Rutan dan selalu menanyakan "kapan ayah pulang?" disitu saya hanya bisa diam dan tidak mampu menjawab. Saya tidak bermaksud membela diri, namun saya sepenuhnya hanya meminta pengampuna dan keringanan hukuman kepada Majelis Hakim. Terima kasih dan sekali lagi saya sampaikan permohonan maaf dan rasa penyesalan saya," pungkas terdakwa Herry Luther Pattay dalam nota pembelaannya.

Seperti diberitakan tim penyidik Pidsus Kejari menetapkan Herry Luther Pattay (HLP), eks ASN Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kota Surabaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan pengurusan perijinan minuman beralkohol (Minhol).

Penetapan HLP ini sesuai dengan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : KEP-15/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Tim penyidik Pidsus Kejari Surabaya kemudian melakukan penahanan HLP selama 20 hari di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Penahanan HLP ini sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-09/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022.

Kasus yang melilit HLP ini bermula adanya pengaduan masyarakat yang merasa dirugikan oleh oknum Diskopdag Kota Surabaya tersebut.

HLP ini yang menawarkan jasa penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP MB) dan meminta sejumlah uang kepada pelaku usaha.

Terdakwa Herry Luther Pattay oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya Nur Rahman dinyatakan terbukti melanggar Pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor  20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Herry Luther Pattay sengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan penjara dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah untuk tetap ditahan," kata JPU Nur Rahman dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan tuntutan di ruang sidang Sari Pengadilan Tipikor Surabaya sedangkan terdakwa Herry Luther Pattay mengikuti sidang lewat daring, Selasa (13/6).

Tak hanya hukuman kurungan badan, terdakwa Herry Luther Pattay juga dituntut membayar denda sebesar Rp50 juta subsider enam bulan penjara.

Hal yang memberatkan terhadap tuntutan yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang giat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Perbuatan terdakwa telah merugikan para pelaku usaha yang sedang mengurua perijinan di Kota Surabaya.

"Faktor yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa menyesali perbuatannya. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga" pungkasnya.