Beda pilihan politik antar partai adalah sesuatu yang lumrah. Namun, ketika ada kader yang tidak sejalan dengan pilihan politik partainya, hal ini menjadi tantangan serius.
- Yenny Wahid Diyakini Bawa Suara Nahdliyin untuk Prabowo
- Jokowi Yakin Kerjasama ASEAN Plus Three Mampu Hadapi Krisis
- Sandiaga, Urungkan Niat Maju Pilpres dan Komitmen Dukung Prabowo!
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menjelaskan, fenomena ini disebut dengan split ticket voting.
"Hal ini terjadi karena kader partai tak sejalan dengan pilihan politik partai di Pilpres dan Pileg. Fenomena ini terjadi di semua partai politik," kata Adi saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, di Jakarta, Minggu (25/12).
Kader-kader partai, sebagai individu dengan latar belakang, pengalaman, dan nilai yang beragam, mungkin memiliki perspektif yang tidak selalu sejalan dengan kebijakan yang diadopsi oleh partai.
Hal ini bisa menciptakan ketidakselarasan yang berpotensi menimbulkan perpecahan internal atau konflik yang dapat merugikan kestabilan partai.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu menggarisbawahi, fenomena ini terjadi karena kegagalan menanamkan ideologi dan identitas kepartaian saat pengkaderan.
"Kader partai tak bisa dikontrol dengan ideologi dan identitas partai, jadinya kader partai suka-suka hati saja dalam menentukan pilihan politik yang kerap tak sejalan dengan partai," pungkasnya.
- Tak Hanya Daftar Pilwali di PDIP, Eri Cahyadi Bakal Merapat di PKB dan Parpol Lain
- Jelang Pilkada 2024, Ketua DPD NasDem Gresik Diganti
- Kenali Gejala Tertular Flu Singapura, Dinkes Surabaya Imbau Masyarakat Terapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat