Pertarungan Dua Mazhab: Tradisi Sepakbola Vs Mental Juara

FASE knockout adalah babak banjir airmata penonton karena pentas 8 partai yang akan disajikan semuanya bertema drama tragedi yang endingnya tragis. Maklum, ke-16 tim yang berhasil meloloskan diri dari fase penyisihan grup mayoritas melaluimya dengan perjuangan berat yang dibayang-bayangi kecemasan tinggi.


Memang beda saat di penyisihan grup dengan tiga kali permainan, sehingga penampilan buruk pertama, bahkan kedua, masih bisa diperbaiki pada laga pamungkas. Tapi di fase knockout ini, sedikit saja kesalahan yang berbuah kekalahan, membuat tim naas harus mengemasi barang-barangnya dan lekas pulang.

Jadi mudah dibayangkan, 16 tim yang berhasil melewati rintangan yang menegangkan itu, sering harus tersingkir hanya gara-gara salah nendang bola, atau keliru mengirim bola kepada lawan, atau secara tak sengaja menyentuh bola di kotak terlarang, sehingga diganjar wasit dengan tendangan penalti.

Sebab di pentas Piala Dunia, dalam hal teknik, skill dan strategi, tim-tim yang lolos ke fase ini dijamin kesetaraannya. Itulah sebabnya para analis bola sedunia sepakat, tim yang menang adalah yang paling sedikit membuat kesalahan. Di sini letak drama tragedinya itu.

Pertarungan Dua Mazhab Sepakbola

Kalau kita cermati ke-16 tim yang melenggang ke fase knockout ini, hanya tediri dari perwakilan dua benua saja: Amerika (Latin) dan Eropa. Afrika tidak berhasil mengirimkan wakilnya. Sedangkan Jepang yang di partai pamungkas babak penyisihan grup kalah 1-0 atas Polandia, merupakan satu-satunya wakil Asia yang lolos melalui faktor hoki di Grup H karena Senegal, saingan sejajarnya, dihempaskan Kolombia dengan skor yang juga 1-0.

Sebagai saudara muda, tentu saja kita berharap saudara tua” dari negeri matahari terbit itu di Rusia tidak menjadi pelanduk yang terinjak-injak di antara dua benua gajah sepakbola” yang sedang bertarung.

Meskipun dalam fase knockout ini ada partai-partai yang menyajikan laga antar-negara Eropa (Spanyol vs Rusia, Kroasia vs Denmark, Swedia vs Swiss) dan antar-negara Amrika (Latin) seperti Brasil vs Meksiko, tapi secara global di sesi-sesi akhir Piala Dunia 2018 Rusia ini mengangkat ke permukaan persaingan dua mazab sepakbola.

Amerika (Latin) yang diwakili Argentina, Brasil, Kolombia, Meksiko dan Uruguay, dikenal bermazab sepakbola sebagai tradisi”. Di negara-negara Amerika (Latin), termasuk yang tergabung dalam rezim Concacaf (The Confederation of North, Central American and Caribbean Association Football), sepakbola memang menjadi tradisi, dan merupakan instrumen sosial-ekonomi masyarakatnya yang efektif.

Oleh sebab itu, di negara-negara ini sepakbola merupakan sarana menaikkan kelas sosial masyarakat miskin. Banyak superstar sepakbola Brasil barasal dari kelas bawah. Paling mutakhir adalah Gabriel Fernando de Jesus alias Gabriel Jesus. Striker 21 tahun yang fenomenal ini sekarang merumput di Manchester City (Inggris) dan merupakan andalan Brasil setelah Neymar.

Benua Eropa yang diwakili 10 negara (Belgia, Denmark, Inggris, Kroasia, Perancis, Portugal, Rusia, Spanyol, Swedia dan Swiss) dikenal dunia sebagai masyarakat yang (merasa) memiliki superioritas ras dibandingkan dengan ras lain di muka bumi. Itulah sebabnya setiap berhadapan dengan ras lain, di ranah olahraga maupun sektor lain, kalau menang orang bilang karena bangsa-bangsa dari Benua Biru itu memiliki mental juara”.

Akan tetapi Jerman, rajanya” mental juara sudah tumbang di ambang perang mental yang sesungguhnya. Pewaris mazab mental juara” yang kuat tinggal Perancis, Spanyol, dan Inggris yang pernah menjuarai Piala Dunia, dan Portugal (Juara Eropa 2016) yang masih memiliki bintang spektakuler Cristiano Ronaldo.

Sayangnya, pada laga pembukaan fase knockout ini para pewaris mazab sepakbola tradisi” dan mental juara” sudah harus berhadapan untuk saling menumbangkan. Yaitu Perancis vs Argentina (Pk 21.00) dan Uruguay vs Portugal yang berlaga pada (01.00) dini harinya, Minggu (1/7).

Argentina yang belum mencapai puncak prestasinya di Rusia, pasti akan meningkatkan daya gedornya. Sedangkan Perancis yang dalam laga terakhir melawan Denmark hanya imbang tanpa gol, seperti sudah kehilangan momentum. Makanya, Messi dkk akan sangat merepotkan tim asuhan Didier (Claude) Deschamps ini.

Sedangkan laga Uruguay vs Portugal akan menjadi seperti el clasico versi lain. Karena di ujung skuad masing-masing, ada ujung tombak yang akan bersaing merobek gawang lawannya. Di skuad Uruguay ada Luis Soarez yang (bersama Lionel Messi) di klubnya, Barcelona (Spanyol). Sementara Ronaldo di tim Portugal di Spanyol memperkuat Real Madrid, klub yang menjadi musuh tradisional Barca.

Jadi di lapangan nanti, menyaksikan laga Uruguay vs Portugal seperti npnton bayangan el clasico Barcelona vs Real Madrid. Makanya, yang menentukan kemenangan juga sama. Mana yang lebih superior, Luis Soarez atau Christiano Ronaldo.

Kalau melihat motivasinya, Uruguay secara tim lebih serius ingin memenangi duel ini. Sementara di Portugal hanya Ronaldo seorang yang di Piala Dunia ini dicatat sejarah sebagai pencetak gol paling subur. Berhasil? Wallahu a'lam bish-shawabi. [***]



Penulis adalah pemilik akun Twitter @AdhieMassardi