Politik Kiai NU Mengancam Ukhuwah Nahdliyin?

Pertukaran posisi politik para Kiai Nahdatul Ulama (NU) di Jawa Timur dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 menjadi fenomena cukup menarik diamati. Akankah ini berdampak positif atau justru mengancam ukhuwah Nahdliyin?.


"Perbedaan yang maslahah dalam politik juga akan nampak indah dan belajar saling menghormati akan membuat maqom para Kiai terjaga. Saya pikir bandul itu memang butuh  keseimbangan dan NU tidam harus berada dalam satu perahu dukungan" sambungnya.

Diakui Surokim, para Kiai sepuh NU hingga saat ini masih menjadi patron kuat politik Nahdliyin. Sehingg, baik buruknya politik para Kiai NU dapat memberikan efek domino yang signifikan bagi warga NU.

Meski begitu, Surokim optimistis, jika  perbedaan dukungan politik Kiai NU ini bisa terpelihara dengan baik, maka akan mudah tercipta suasana politik yang adem dan santun.

"Kendati beda pilihan para Kiai harus tetap istiqomah bisa menyampaikan pesan ukhuwah yang bisa mematik kesadaran politik insani dan robbani dan tidak menambah beban politik mamalia yang konfliktual sebagaimana kita lihat saat ini. Jika para Kiai berbeda pilihan tetapi rukun dalam menjaga ummat justru menurut saya itu indah," tutupnya.

Seperti diketahui, pertukaran posisi politik Kiai NU di Jatim benar-benar terjadi, salah satu contohnya, KH. Hasib Chasbullah Wahab, putra pendiri NU, KH. Wahab Chasbullah ini secara tegas siap memenangkan pasangan Prabowo-Sandi. Padahal pada Pilpres lalu, Gus Hasib, biasanya disapa, merupakan Kiai yang paling getol mengkampanyekan Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Sementara di kubu Jokowi-Ma'ruf, sudah ada sederet Kiai NU, baik yang secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi mendukung pasangan Capres-cawapres nomor urut 01 itu. Yang cukup menarik, para Kiai tersebut mayoritas Kiai pendukung utama Prabowo-Hatta saat Pilpres 2014 silam. Seperti, KH. Anwar Iskandar, pengasuh Ponpes Al Amin, Kediri serta beberapa Kiai sepuh NU lainnya.[aji