Penangkapan Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara, Ruslan Buton disayangkan beberapa kalangan.
- Seluruh Polisi yang Terlibat Narkoba Harus Diperiksa Transparan
- Mahfud MD Ingatkan Korban Pinjol Ada yang Sampai Bunuh Diri
- Demokrat Sebut Manuver Anies Tertinggal dari Prabowo dan Ganjar
Ruslan Buton ditangkap Tim Gabungan Mabes Polri dan Polda Sultra pada Kamis (28/5), karena mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Dalam surat terbukanya, Ruslan Buton meminta agar Jokowi mundur dari kursi Presiden RI.
Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf menilai, setiap orang mempunyai gaya kritis yang berbeda. Termasuk Ruslan Buton. Karena itu dia berhak menyampaikan kritik kepada pemerintahan Jokowi, dan hak itu dilindungi Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Jika melihat hasil survei terakhir, lebih dari 50 persen tidak puas dengan Jokowi tangani Covid-19. Artinya mayoritas masyarakat tidak puas pada Jokowi. Di situlah ada potensi kritik. Hanya orang kan berbeda-beda style dalam menyampaikan kritik. Ya dipahami saja sebagai dinamika demokrasi," ujar Gde Siriana dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (30/5).
Karena itu, dia melihat sikap rezim Jokowi berlebihan dalam menanggapi kritikan masyarakat. Alih-alih mengedepankan pasal hukum, justru malah main tangkap.
Dalam sistem pemerintahan demokratis, lanjut Gde Siriana, seharusnya dialog politik dikedepankan oleh pemerintah. Tapi justru selama ini pemerintah memperlihatkan sikap yang terbalik.
"Misalnya memutuskan kebijakan atau menerbitkan UU. Kalau pun ada partisipasi publik, seringkali hanya sebatas formalitas persyaratan saja, tidak representasi kelompok-kelompok masyarakat yang akan terdampak," ungkapnya.
"Mungkin ini karena banyak orang sudah punya agenda masing-masing di pusat kekuasaan. Apakah itu kepentingan ekonomi atau politik. Jadi terlihat sangat kuat unsur paksanya," sambungnya.
Sebagai kesimpulannya, Board Member of Bandung Innitiaves Network ini mengatakan, pemerintahan Jokowi hanya berkutat dalam sebuah label, tapi kinerjanya nol.
"Jokowi begitu bangga RI dikatakan sudah menjadi negara maju, tapi soal demokrasinya nol, tidak mencerminkan negara maju," demikian Gde Siriana Yusuf.
- PA 212 Desak Jokowi Putus Hubungan Diplomatik dengan Swedia
- Belum Ada yang Mencapai 50 Persen Plus 1, Semua Paslon Pilpres Masih Berpeluang menang
- PKS Khawatir, Proporsional Tertutup Gagal di 2024 Tapi Berlaku di Pemilu 2029
ikuti update rmoljatim di google news