Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara harus dapat menghindari kesan peradilan sesat saat memvonis dua terdakwa terduga pelaku penyiram air keras ke Novel Baswedan.
- Pengemudi Fortuner Ditetapkan Tersangka dengan Pasal Kekerasan
- Kapolri Pertimbangkan Permintaan Keluarga Brigpol Yosua Nonaktifkan Karo Paminal dan Kapolres Jaksel
- Ini Hakim-hakim di Persidangan Kasus Pembunuhan Brigadir J
Seperti diketahui, saat ini masyarakat ingin para pelaku penyiraman dihukum berat, namun Novel Baswedan sendiri meminta pelaku 'tak usah dihukum' saat mengetahui keduanya hanya dituntut hukuman ringan.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, permintaan Novel Baswedan agar tidak memaksakan hukuman kepada kedua terdakwa pelaku merupakan sebuah sindiran keras.
"Permintaan NB (Novel Baswedan) untuk tidak memaksakan hukuman kepada dua orang terdakwa ini adalah satire. Sindiran keras atas realitas penegakan hukum yang terjadi dalam kasus NB ini," ucap Abdul Fickar Hadjar dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/7).
Karena, kata Fickar, jika penanganan kasus yang melibatkan anggota kepolisian aktif tersebut divonis ringan, maka berpotensi melahirkan peradilan sesat.
"Karena itu, jika cara penanganan kasus yang melibatkan anggota kepolisian dilakukan dengan cara yang seperti ini tidak mustahil peradilan kasus NB berpotensi melahirkan peradilan sesat," jelas Fickar.
Dengan demikian, untuk menghindari kesan tersebut, Fickar meminta Pengadilan harus bersungguh-sungguh dan menjadikan dirinya independen.
"Bukan sekadar hakim yang bekerja atas dasar kepentingan diri sendiri. Seolah-olah bertindak adil, tapi sesungguhnya menegasikan rasa keadilan dalam masyarakat," pungkasnya.
- KPK Sudah Deteksi Keberadaan Harun Masiku
- Biar Tak Kentara Jadi Maling, Suami di Surabaya Ajak Istrinya yang Hamil Ikut Curi Motor
- Tagih Janji Besar Jokowi, Aliansi Pengacara '98 Tuntut Penyelesaikan Pelanggaran HAM Berat di Indonesia
ikuti update rmoljatim di google news