Menangis Di Antara Puing Ledakan, Gubernur Beirut: Ini Mirip Di Hiroshima Dan Nagasaki

Ledakkan di Beirut yang terjadi pada Selasa (4/8)/Net
Ledakkan di Beirut yang terjadi pada Selasa (4/8)/Net

Tingkat kehancura dalam ledakan di Port of Beirut pada pukul 18.02 Waktu Setempat terjadi dalam radius beberapa kilometer dari pusat ledakan. Kondisi itu menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan memakan puluhan korban tewas dan ribuan korban luka.


Orang-orang yang terluka berlumuran darah dan masih sanggup merangkak, berusaha keluar dari reruntuhan, berjalan di jalanan, tidak yakin apa yang harus dilakukan atau ke mana harus pergi.


 Sementara suara sirene ambulans bergema di jalan-jalan yang tercekik bersahutan dengan jeritan dan tangis warga. Rumah-rumah terbakar dan hancur. Pecahan kaca bercampur puing dan asap, debu, pohon yang tumbang, anak-anak yang ketakutan, semua menyatu.


 Gubernur Beirut Marwan Abboud menangis di tempat ledakan. Abboud mengatakan sedikitnya 10 petugas pemadam kebakaran yang dikirim untuk mengatasi kebakaran pertama menghilang tanpa jejak.


 "Saya belum menyaksikan begitu banyak kehancuran dalam hidup saya," katanya, dikutip dari TN, Rabu (5/8).


 "Ini mirip dengan apa yang terjadi di Jepang, di Hiroshima, dan Nagasaki. Ini adalah bencana nasional," katanya dalam kesedihannya yang sangat dalam.


 Bencana ledakan seperti ini bisa terjadi kapan saja dan menyeranga negara mana saja, tetapi saat ini Lebanon tengah bergulat dengan krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya. 


Belum lagi krisis sampah yang semakin meningkat, meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, dan -di atas segalanya- peningkatan kasus Covid-19. Ini benar-benar sebuah kehancuran bagi Lebanon, negara yang selalu dengan sabar menghadapi semuanya, dan Pemerintah sudah berjuang untuk menangani berbagai krisis yang sedang dihadapi. Ketika langit menjadi gelap malam, asap hitam masih naik dari pelabuhan Beirut ketika helikopter menjatuhkan air dari atas dan petugas pemadam kebakaran di tanah menyemprot situs dengan selang.


 Para pemilik toko duduk di seberangnya, memandang bisnis mereka yang hancur. Lainnya menyisir puing-puing mata pencaharian mereka. Faris, seorang pria berusia 60-an, sudah mulai membersihkan tokonya yang hancur. 


Meskipun kehancuran di sekelilingnya, ia mempertahankan sikap tenangnya, di mana orang Lebanon menjadi terkenal dengan ketenangannya dalam menghadapi setiap krisis.


 "Kami sudah terbiasa dengan ini," kata Faris miris “Ini yang ke 10 kalinya kita dibom. Itu dimulai dengan Jerman pada tahun 1948."