RUU Cipta Kerja Bakal Berdampak Pada BPJamsostek

Media Gathering dan Sosialisasi PP 49 Tahun 2020 BPJS Ketenagakerjaan Surabaya/RMOLJatim
Media Gathering dan Sosialisasi PP 49 Tahun 2020 BPJS Ketenagakerjaan Surabaya/RMOLJatim

Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja bakal berdampak pada kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJamsostek.


“Pengesahan omnibus law ini pasti memberikan dampak bagi BPJamsostek. Kalau sekarang kan masih belum,” kata Kepala BPJamsostek Surabaya Karimunjawa, Muhyidin, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, usai Media Gathering dan Sosialisasi PP 49 Tahun 2020 BPJS Ketenagakerjaan Surabaya, Selasa (6/10).

Pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja dinilai dapat mengganggu ketahanan dana jangka panjang dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Hal tersebut bukan hanya berimbas bagi para pekerja, tapi juga keuangan negara.

“Kalau berdampak. Misalnya, peluang kerja itu semakin dibuka lebar yang pasti akan berpengaruh terhadap kepesertaan program BPJamsostek. Tapi sejauh ini karena ini baru, kami belum mempelajari. Yang pasti pemerintah sudah menetapkan, kita pasti mengikuti ketentuan itu. Mudah-mudahan dampaknya positif,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua BPJS Watch Jawa Timur, Arief Supriyono, menilai bahwa sejumlah poin dalam omnibus law dapat berdampak negatif bagi pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Hal tersebut, kata Arief, akan berawal dari mudahnya perekrutan pekerja kontrak dan outsource, yang disertai longgarnya kewajiban pengangkatan pegawai tetap.

Menurut dia, adanya aturan tersebut menjadikan dunia usaha dapat mempekerjakan karyawan kontrak secara terus menerus. Selain itu rawan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para pekerja tetap lalu digantikan oleh pekerja kontrak, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja.

“Setelah omnibus law disampaikan oleh pemerintah melalui Menko perekonomian dan DPR. Maka sebenarnya dampaknya sangat luar biasa sekali terhadap masyarakat pekerja. Ini juga akan berdampak di perlindungan jaminan sosialnya, tentunya BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.

Menurut Arief, yang sebelumnya aturan mengikat itu lebih banyak terakomodir dalam UU 13 2003, terkait UU Ketenagakerjaan. Tapi, lanjut dia, disini pemerintah membuat UU itu seolah-olah menjadi satu kesatuan yang namanya omnibus law.

“Disitu disampaikan UU Cipta Kerja, tapi ini sangat merugikan masyarakat pekerja sebenarnya,” jelasnya.

Ia membeberkan ada beberapa hal, dimana banyak dari omnibus law ini yang tidak sepenuhnya mendukung ataupun bisa berdampak positif kepada buruh. Apalagi, pada masa pandemi Covid-19 banyak pekerja dirumahkan bahkan terkena PHK.

“Karena kita tahu bahwa bagaimana pemerintah itu menaikkan nilai investasi tapi tidak dilihat masyarakatnya seperti apa. Dengan kondisi Pandemi ini banyak masyarakat pekerja yang dirumahkan bahkan di PHK itu juga harus menjadi tanggung jawab pemerintah, tidak terus pemerintah mengajukan untuk menarik investasi. Investasi seperti apa,” tegas dia.

Pihaknya melihat tenaga kontrak sebelumnya hanya berada kepada masyarakat ataupun pekerja cord bisnis. Bagaimana pekerja akan dihitung hari.

“Yang perlu diwaspadai BPJS Ketenagakerjaan itu, dimana pekerja tidak mendapatkan kepastian, memang iya mereka bekerja tapi akan dihitung jumlah hari mereka bekerja. Kalau dulu dihitung 1 bulan,” tandasnya.