Perppu Cipta Kerja Bukan Sekedar Solusi, Tapi Bisa Jadi Ilusi

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna/Net
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna/Net

Kehadiran Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja seperti dua sisi mata uang, bisa jadi solusi juga bisa sekadar ilusi. Bisa jadi solusi karena Perppu diklaim akan menjadi pijakan dalam proses konsolidasi ekonomi untuk menyerap sebanyak-banyaknya lapangan kerja melalui aktivitas ekosistem investasi dan perdagangan.


Begitu uraian Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna mengulas kembali materinya saat diminta jadi narasumber diskusi tentang Perppu Cipta Kerja. Dia mengusung tema “Perppu 2/2022: Solusi atau Ilusi?” dalam pemaparannya itu.

“Sebagai solusi, ada 10 isu utama dan 1118 halaman dalam dokumen Perppu ini. Sangat lengkap, dan isinya mirip dengan UU Cipta Kerja yang dianggap cacat hukum oleh MK,” tegasnya lagi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (29/1).

Namun demikian, Mukhaer Pakkanna mengingatkan bahwa Perppu ini juga bisa dianggap sebagai ilusi. Sebab, fakta-fakta dan indikator ekonomi yang acap dilaporkan pemerintah, justru terkesan semu alias palsu.

“Terkesan tidak inklusif. Artinya, kinerja ekonomi kurang berdampak bagi mayoritas rakyat. Alih-alih indikator ekonomi yang dilaporkan baik, ternyata hanya dinikmati elite ekonomi dan politik,” urainya.

Buktinya, sambung Mukhaer Pakkanna, tingkat kemiskinan dan ketimpangan saat ini semakin terdongkrak, cadangan devisa negara malas beranjak naik, kurs rupiah selalu terdepresiasi.

Publik bahkan bertanya-tanya, tentang aliran hasil ekspor nikel yang surplus Rp 4.524 triliuan pada 2022. Termasuk hasil ekspor batubara dan CPO yang terus menanjak harganya di pasar internasional?

“Publik mulai curiga, jangan-jangan hasil devisa ekspor ‘bergentayangan’ di parkir di luar negeri, di negeri surga pajak?” duganya.

Mukhaer Pakkanna melanjutkan, ada contradictio in terminis atau istilah yang mengandung kombinasi kata yang saling bertentangan dalam peluncuran Perppu Cipta Kerja. Di satu sisi dilaporkan pemerintah, ekonomi Indonesia memiliki imunitas dan resiliensi yang baik, karena konsumsi rumah tangga masih mendukung.

Di lain pihak, ekonomi Indonesia dilaporkan terancam resesi karena tensi eskalasi geopolitik global, perang Rusia-Ukraina, peningkatan suku bunga global, inflasi terkerek tinggi, hingga pada soal ketidapastian iklim yang telah mamantik harga pangan dan energi dunia terus mendaki.

Atas alasan itu, dia khawatir Perppu yang terbit berdasarkan subyektivitas presiden tersebut memberi “karpet merah” pada investor dan abai pada peningkatan kualitas kesejahteraan rakyat.

“Tahun lalu saja, investasi hanya mampu menyerap 97.000 orang di tengah laju investasi asing meroket 54 persen,” sebutnya.

“Saya berharap, kebijakan ekonomi Indonesia tidak seperti yang dianalogkan Jhon K. Galbraith tentang teori kuda dan burung gereja’. Dia menulis, ‘berikan seekor kuda itu makanan yang banyak, supaya remah-remahnya jatuh ke jalan dan dimakan burung gereja’. Inilah solusi di tengah ilusi,” tutup Mukhaer Pakkanna.