Dampak Pengeboran Migas Petronas Carigali, Nelayan Banyuates: Sulit Tangkap Ikan, Biaya Solar Mahal

 Nelayan Banyuates unjuk rasa menolak pengeboran Migas PT Petronas Carigali/Ist
Nelayan Banyuates unjuk rasa menolak pengeboran Migas PT Petronas Carigali/Ist

Nelayan Banyuates, Sampang, Madura, mengeluhkan pengeboran minyak dan gas (Migas) di Sumur Hidayah 1 PC North Madura II Ltd oleh PT Petronas Carigali.


Akibat ekplorasi yang baru berjalan satu bulan tersebut, nelayan Banyuates merasakan dampak secara ekonomi. Salah satunya kesulitan menangkap ikan. 

"Dampak ekplorasi yang paling dirasakan nelayan adalah masalah ekonomi. Sebab lokasi yang dijadikan ekplorasi ini tempatnya nelayan mencari ikan," jelas Plt Ketua Perkumpulan Nelayan Masyarakat Kecamatan Banyuates, Muhlis pada Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (22/1).

Disebutkan Muhlis, lahan yang digunakan pengeboran Migas dulunya merupakan tempat rumpon alias rumah-rumah ikan yang dibuat para nelayan. Diakui Muhlis, saat pembangunan anjungan, banyak rumpon-rumpon nelayan yang dirusak. Para nelayan pun mendapat ganti rugi. Sayangnya, ganti rugi yang didapat tidak transparan. 

"Pihak Migas memberi ganti rugi tapi tidak transparan dan tidak terbuka. Ada nelayan yang punya rumpon 5 diganti 2. Ada yang punya rumpon 2 diganti 1," ujarnya.

Namun setelah anjungan pengeboran selesai, efeknya nelayan terpaksa mengubah cara kerjanya menangkap ikan. 

"Setelah ada anjungan, upaya menangkap ikan nelayan jadi lebih jauh. Biaya solar bertambah mahal. Sementara hasil tangkap ikan berkurang," jelasnya.

Ditambahkan Muhlis, sampai sekarang antara nelayan Banyuates dan pihak PT Petronas Carigali belum ada komunikasi terkait hal ini. 

"Kami sebenarnya ada rencana demo di tengah laut. Karena masa pandemi, kami akhirnya gelar aksi demi di pinggir pantai agar tuntutan dipenuhi pihak perusahaan. Sampai sekarang belum ada respon dari pihak perusahaan," imbuhnya.

Menurut Muhlis, sebelumnya nelayan Banyuates menuntut pada pihak PT Petronas Carigali untuk memperhatikan nasib nelayan terdampak. 

"Kami menuntut kegiatan ekonomi bagi nelayan Banyuates. Kami menuntut suplai air bersih jenis SWRO, suplai garam dan transportasi pantai dari hulu ke hilir," tegasnya. 

Pihak nelayan Banyuates juga menuntut ganti rugi jaring yang rusak atau terbawa arus ke anjungan akibat kegiatan kapal perusahaan. 

Terkait masalah CSR, nelayan Banyuates meminta perusahaan membentuk koordinator pendamping dan pelaksana CSR di masing-masing kecamatan terdampak.

"Tujuannya agar progra. CSR ini sesuai dengan kebutuhan  masyarakat nelayan terdampak. Nantinya program CSR ini diawasi oleh pihak pemerintah kecamatan, kepala desa dan aparat keamanan dari TNI-Polri," demikian Muhlis.