Dukung Ketahanan Pangan, DKP Jatim Berhasil Kembangkan Budidaya Udang Vaname Skala Kecil

Kepala DKP Provinsi Jatim, Muhammad Gunawan Saleh/RMOLJatim
Kepala DKP Provinsi Jatim, Muhammad Gunawan Saleh/RMOLJatim

Budidaya udang vaname menjadi salah satu sektor paling strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Untuk itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur melakukan inovasi agar budidaya ini bisa dikembangkalan dalam skala rumah tangga hingga di kawasan perkotaan. 

Kepala DKP Provinsi Jatim, Muhammad Gunawan Saleh menjelaskan, pihaknya telah berhasil melakukan uji coba dengan memanfaatkan kolam yang tersedia di komplek rumah dinas, Surabaya. Menurut Gunawan, inovasi budidaya udang vaname skala kecil ini sangat mendukung upaya ketahanan pangan keluarga. 

"Biasanya budidaya udang vaname ini membutuhkan lahan yang ber hektare-hekatre, tapi kami coba lakukan inovasi agar bisa dilakukan dalam skala kecil, Alhamdulillah berhasil," kata Gunawan sesaat lalu di rumah dinasnya. 

Gunawan lantas menguraikan, luas kolam yang digunakan untuk uji coba yakni 6 x 11,5 meter persegi dengan kedalaman 1,2 meter. Dari kolam tersebut, pembenihan dapat dilakukan sebanyak 50 ekor per meter persegi atau sekitar 3.500 ekor per kolam. Gunawan sendiri memanfaatkan empat kolam, sehingga pembenihan sekitar 14 ribu ekor. 

“Untuk kolam terpal model bulat berdiameter 2 meter pembesaran udang vaname masih bisa dilakukan. Sehingga, cocok untuk diterapkan di pekarangan rumah," kata Gunawan. 

Dengan perawatan yang baik, Gunawan menyebutkan hasil panen dari budidaya udang tersebut bisa mencapai 327 kilo dengan size 35 ekor per kilo. Harga udang vaname sendiri kini berada di kisaran antara Rp 65 ribu sampai Rp 70 ribu. 

“Kalau budidaya lele kita hanya bisa jual Rp 17 ribu per kilo. Padahal kebutuhan pakannya bisa Rp 14 ribu per kilo. Kalau udang vaname, keuntungan bagi keluarga akan lebih besar,” ujar Gunawan. 

Karena digunakan untuk uji coba, maka hasil panen di rumah dinas tersebut tidak diperjual belikan. Tetapi dibagikan untuk masyarakat dan konsumsi sendiri. 

"Modalnya sangat kecil hanya sekitar Rp 10 juta dan tidak menggunakan APBD Jatim. Jadi, kalau untuk komersial memang sangat menguntungkan bagi masyarakat yang mau budidaya udang vaname skala kecil,” tutur pria asal Sumenep ini. 

Keuntungan lain, kata Gunawan, budidaya skala kecil ini tidak membutuhkan izin AMDAL dan syarat lain yang rumit. Sebab, izin AMDAL hanya diwajibkan untuk budidaya dengan luasan lebih dari 100 Ha untuk skala intensif dan >50 Ha dengan teknologi super intensif.

Hal ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 38 Tahun 2019. 

“Kalau budidaya udang dengan hasil panen sekitar 3 ton, butuh luas lahan sekitar 3 ribu meter persegi. Karena ini uji coba budidaya, maka kita cukup dengan membuat kolam kecil, sehingga mudah direplikasi oleh masyarakat,” tegas Gunawan. 

Di sisi lain, budidaya udang vaname tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya, melainkan hanya menggunakan probiotik. Probiotik ini bahkan dapat mereduksi limbah seperti amoniak dan bahan organik total. Limbah yang dibuang juga telah diendapkan untuk menghindari pencemaran lingkungan. 

“Tidak mungkin budidaya udang itu kemudian pakannya mengandung bahan formalin. Karena ini terkait kemanan pangan dan hasil produk perikanan tidak boleh menggunakan bahan berbahaya,” tukasnya. 

Inovasi ini merupakan uji coba rekayasa teknologi tepat guna dalam budidaya udang vaname yang nantinya dapat dilakukan oleh masyarakat di perkotaan maupun dipedesaan dengan memanfaatkan lahan sempit.

Sehingga, dapat membuka lapangan pekerjaan baru di era pandami Covid-19. 

“Kita berharap untuk masyarakat di daerah pesisir bisa mereplikasi teknologi ini. Karena sumber daya air asin mereka melimpah. Kemudian, peluang pasar udang vaname juga sangat besar. Apalagi saat pandemi ini, suplier utama udang vaname dari India sedang lockdown. Sehingga suplai dari Indonesia sangat dibutuhkan untuk ekspor,” demikian Gunawan.