Korban Rekam Suara Pencabulan Dosen PTN Jember, Setelah Itu Curhat di Instagram Story 

Foto ilustrasi/Net
Foto ilustrasi/Net

Di tengah tekanan psikis, korban pelecehan seksual yang masih di bawah umur masih sempat merekam perbuatan terlapor dosen sekaligus calon profesor salah satu PTN di Jember. 


Korban yang belum berani menceritakan perbuatan asusila pamannya ini, memilih curhat di media sosial perihal pelecehan yang dialaminya. 

Menurut ibu korban kepada sejumlah wartawan, terungkapnya dugaan kasus pelecehan seksual ini diketahui dari postingan korban melalui story akun Instagram atau IG.  

"Jika terjadi kekerasan seksual kita jangan diam saja, harus melawan," demikian tulis korban dalam IG story yang ditirukan ibu korban di kantor Pusat perlindungan Terpadu (PTT) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember, sebagaimana dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (7/4).

Karena itulah, ibu korban berusaha mengkonfirmasi maksud dari story dalam IG tersebut. 

Dari situ korban akhirnya menjelaskan secara terus terang. Dia mengaku menjadi korban pelecehan oleh pamannya sendiri. Karena itulah, ibu korban langsung hari itu meminta bantuan kepada saudaranya yang berada di Lumajang untuk menjemput anaknya.  

Meski demikian, bibi korban (isteri terduga pelaku) masih belum percaya saat diberi tahu peristiwa itu. Bahkan, masih meminta bukti. 

"Namun setelah diperdengarkan rekaman suara saat terjadinya pelecehan tersebut, akhirnya istri pelaku dan pelaku meminta maaf dan mengaku khilaf," katanya.

Keberanian korban mengungkap kasus ini mendapatkan apresiasi koordinator PPT DP3AKB Jember, Solehati. Dia menjelaskan, keberanian korban juga menjadi pembelajaran bagi yang lain.

"Jika menjadi korban pelecehan jangan diam dan takut. Supaya tidak ada korban-korban lain," terang Solehati kepada sejumlah awak media.

Sementara Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna, saat dikonfirmasi menjelaskan masih melakukan investigasi kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.  Karena kasus ini baru dilaporkan, pihaknya masih menunggu perkembangan penyidikan oleh polisi.

Kasus seperti ini bukan yang pertama kali di kampusnya. Jika terbukti, tentu sudah ada mekanisme konsekuensi yang diterima pelaku, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. 

"Bahkan pelaku ada hingga pemecatan", ucap Iwan saat dikonfirmasi sejumlah wartawan. 

"Meski demikian, kami selaku manusia masih menerapkan praduga tak bersalah sebelum kasus tersebut dibuktikan," sambungnya.