Demokrat: Varian Baru Covid-19 Makin Mengkhawatirkan, Pemerintah Didorong Lakukan Lockdown

Anggota Komisi XI DPR-RI Vera Febhyanty menilai, beban keuangan negara akibat pandemi harus disertai dengan kebijakan yang tepat sasaran dan juga memenuhi harapan. Tim ekonomi pemerintah telah kehilangan inovasi, menurutnya.


"Semua langkah yang disampaikan dalam rangka pemulihan ekonomi dampak Covid-19 hanya bagus di paper (kertas). Implementasinya, tidak sesuai harapan,” katanya saat menjadi pembicara Proklamasi Demokrasi Forum (PDF) Minggu (27/6).

Vera menjelaskan, sejak Perppu No.1/2020 disepakati pemerintah dan DPR, keleluasaan pengelolaan anggaran negara ada pada pemerintah. Ibarat baju besi yang dipakaikan untuk melindungi sampai kepada tidak bisa dituntut secara pidana apapun kebijakan yang akan diambil. Hingga lahirlah kebijakan anggaran Penyelamatan Ekonomi Negara (PEN).

“Kita di Komisi XI DPR-RI selalu mengingatkan kepada Menteri Keuangan dan anggota KSSK agar fokus kepada (penyelamatan) manusia. Realokasi anggaran untuk kesehatan lebih utama, ketimbang pembangunan infrastruktur yang masih bisa ditunda. Anggaran yang ada mampu untuk menyelesaikan problem kesehatan akibat Covid-19 ini,” kata Vera.

Profesor Sulfikar Amir dari Nanyang Technological University, Singapura, yang juga hadir dalam Dalam diskusi daring yang diselenggarakan Balitbang DPP Partai Demokrat tersebut, menegaskan bahwa harus dilakukan langkah tegas yang merupakan keputusan politik menghadapi persoalan Covid-19.

“Herd immunity itu hanya mitos. Jika saya punya kuasa, saya akan perintahkan untuk lockdown," kata  Sulfikar Amir.

Public health first, economy follow. Keselamatan masyarakat diutamakan, maka perbaikan ekonomi akan mengikuti. "Tidak bisa dilakukan beriringan,” tegasnya.

Ia menyoroti tiga hal terkait dampak sosial dan ekonomi yang harus diawasi ketat tetkait pandemi Covid-19 yang kembali melonjak, yaitu vaksinasi, pembatasan sosial dan bio survailans.

“Ketiga hal tersebut menjadi beban negara yang membutuhkan kompetensi, komitmen, empati dan leadership untuk menuntaskannya. Jangan selalu melihat statistik naik-turunnya angka kematian. Jika sudah menyangkut nyawa, tidak ada bandingannya,” ujar sosiolog tersebut.