Jabatan Komisaris di perusahaan-perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dicurigai sebagai bentuk "upah" dari rezim kepada para Buzzer kekuasaan.
- ACT Beri Bantuan Rp 10 Juta dan Uang Bulanan untuk Istri Prajurit KRI Nanggala-402
- Pemkot Surabaya Gercep Dampingi Nenek yang Disuruh Mengemis oleh Anaknya
- Karyawan XL Axiata Bantu Korban Banjir di Berbagai Daerah dan Donasi Fasilitas Air Minum
Bukan tanpa alasan, banyak komisaris yang diangkat oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, dianggap tidak memiliki kompetensi di bidangnya.
"Saya menilai tidak pas ya seorang seperti Kemal menjabat komisaris BUMN karena sikapnya yang demikian, melalui twitnya yang menyatakan akan meludahi Anies Baswedan. Maka tidak salah kemudian kalau orang banyak yang menyatakan bahwa komisaris BUMN merupakan bagian dari bagi-bagi kekuasaan," ujar pakar politik dan hukum Universitas Nasional (Unas), Saiful Anam, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (30/6).
Lanjut Saiful, rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro yang juga menjadi Wakil Komisaris Utama (Wakomut) BRI adalah contoh nyata "bagi-bagi jatah".
"Lalu bagaimana independensi kampus kalau rektornya saja menjabat komisaris BUMN?" tegas Saiful.
Padahal, semestinya komisaris dan direksi BUMN tidak diisi oleh Buzzer. Karena, bukan menambah untung, tetapi malah menambah buntung BUMN.
"Kecuali memang jika BUMN sengaja ingin memelihara Buzzer kekuasaan agar tidak perlu membayar tunjangan dan fasilitas secara langsung, yakni hanya dengan menggunakan BUMN," pungkas Saiful.
- Bagikan Daging Kurban, Nasdem Bondowoso: Semoga Bisa Menyentuh Kepentingan Masyarakat
- Pemkot Surabaya Gelar Khitan Massal, Wali Kota Eri Cahyadi: Inilah Bentuk Kepedulian Sosial dan Toleransi
- Lewat Mesir, Baznas Kirim 12 Truk Bantuan ke Palestina