Jadi Sorotan DPRD, Ini Temuan BPK Soal Bansos Malang

Bupati Malang, HM Sanusi saat mengecek kualitas beras/RMOLJatim
Bupati Malang, HM Sanusi saat mengecek kualitas beras/RMOLJatim

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI temukan ketidaksesuaian bantuan sosial (Bansos) untuk penanganan Covid-19 pada pemeriksaan anggaran tahun 2020 di Dinas Sosial (Dinsos) Pemerintah Kabupaten Malang. Dan hal itu sempat menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang.


Berdasarkan catatan BPK, dalam buku Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkannya pada tahun 2021, bahwa Pemerintah Kabupaten Malang dalam rangka penanganan dampak sosial akibat penyebaran pandemi Covid-19 dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengadakan kerjasama belanja tak terduga (BTT).

Yang mana, kerjasama itu BPBD Provinsi Jatim memberikan bantuan senilai Rp 30 miliar yang diperuntukkan bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Malang yang terdampak pandemi Covid-19. Pencairannya pun, dilakukan secara bertahap setiap bulan berturut-turut  sebesar Rp 10 miliar untuk 50.000 Kepala Keluarga (KK) yang berupa bantuan bahan pangan yaitu beras, telur, dan minyak goreng.

Dalam pelaksanaan penyaluran bantuan, Pemkab Malang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pengadaan barang bahan pangan dan menanggung biaya distribusi  dan pengemasan, serta biaya operasional dalam program jaring pengaman sosial (JPS) tersebut.

Menindaklanjuti pelaksaannya, Bupati Malang menunjuk Dinas Sosial untuk melaksanakan atau mengelolah bantuan itu. Dan Dinas Sosial mengusulkan rencana kebutuhan biaya (RKB) sebesar Rp 862.500.000 sebanyak tiga tahap, sebagai biaya pengemasan dan distribusi.

Hasil Pemeriksaan BPK menyebutkan, bahwa berdasarkan konfirmasi kepada bendahara pengeluaran dan PPKom Dinsos terdapat selisih lebih pembayaran tersebut tidak didukung  dengan dasar pengeluaran yang sah.

Sehingga, kondisi tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomer 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada Pasal 18 dan Pasal 21 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 12 Tahun 2019 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah pada Pasal 10, Pasal 141, Pasal 150. Serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomer 13 tahun 2006 tentang pedoman Pengelolahan Keuangan Daerah  yang dirubah terakhir dengan Permendagri Noer 21 Tahun 2011 Pasal 132.

Hal tersebut disebabkan oleh Kepala Dinas Sosial selaku pengguna anggaran (PA) dan Bendahara tidak cermat. Dengan alasan ketidak tepatan redaksi akibat salin tempel dalam klausul kontrak yang menyebutkan harga pada kontrak telah memperthitungkan keuntungan pajak, overhead, biaya pengiriman, biaya asuransi, dan layanan tambahan.

Dan, BPK tidak setuju atas tanggapan Kepala Dinsos, waktu itu dijabat Nurhasyim. Serta merekomendasikan Bupati Malang agar memerintahkan Kepala Dinas Sosial selaku PA dan Bendahara Pengeluaran mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran kepada penyedia sebesar Rp 862 juta.

Atas temuan BPK tersebut, Wendi selaku Sekretaris Dinsos Kabupaten Malang mengatakan, bahwa sudah ada tindak lanjut dengan pengembalian uang ke kas daerah (Kasda), dan ada pemahaman yang berbeda, antara pihaknya dan BPK.

"Pemeriksaan itu sudah clear dan tidak ada masalah. Intinya kita sudah sesuai prosedur dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk uangnya sudah kami setor ke kas daerah. Ada pemahaman yang berbeda dengan BPK," ungkap Wendi saat dikonfirmasi Kantor Berita RMOLJatim, di kantornya, Rabu (25/8).

Masih ditempat yang sama, disinggung soal adanya laporan masyarakat terhadap DPRD, bahwa kualitas bansos berupa beras kualitas kurang bagus, Favorita selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) di Dinsos mengatakan itu tidak mungkin terjadi. Pasalnya proses Bansos bahan pangan, pada saat droping dilakukan pengecekan oleh penerima dan perangkat Desa atau pendamping desa.

"Hal itu tidak mungkin, karena dalam pendistribusian bantuan itu dikroscek. Disana ada perangkat desa atau pendamping desa. Apabila tidak sesuai dengan mutu atau spesifikasi yang diminta dalam penyalurannya kita langsung minta diganti," tandasnya.

Perlu diketahui, pengadaan bahan pangan Program JPS Provinsi Jatim dilakukan oleh pihak ketiga melalui sembilan kontrak pelaksanaan dengan tiga tahap penyaluran. 

Pihak ketiga itu diantaranya adalah PT BCP sebesar Rp. 3,8 miliar, CV ABL sebesar Rp 3,5 miliar, CV SK sebesar Rp 2,1 miliar, CV MB Rp 3,6 miliar, CV SM sebesar 3,7 miliar, CV RJ sebesar Rp 2,5 miliar, CV MB Rp 6,6 miliar, CV SM Rp 2,6 miliar dan CV PJA sebesar Rp 684 juta.

Tahap pertama penyaluran dalam program JPS I dilakukan oleh CV CBP, CV ABL, dan CV SK. Untuk penyaluran program JPS II adalah CV MB, CV SM, dan CV RJ. Sedangkan di penyaluran program JPS III dilakukan oleh CV MB, CV SM dan CV PJA.


ikuti update rmoljatim di google news