Surat Terbuka untuk Bupati Banyuwangi 

Ahmad Syauqi/ ist
Ahmad Syauqi/ ist

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Semoga Ibu dalam menjalankan tugas, senantiasa dalam kelimpahan rahmat dan pertolongan Allah SWT.

Sebelum pada pokok surat, perkenalkan saya Ach Syauqi, seorang warga Banyuwangi yang memiliki  kepedulian terhadap tanah kelahiran yang saya cintai. Dan ini merupakan surat terbuka pertama saya kepada Ibu. 

Teriring harapan surat ini terbaca serta didengar oleh Ibu, dan seluruh perangkat yang termaktub dalam surat, sebagai kepedulian kita bersama kepada kota tercinta berikut seluruh warga di dalamnya.

Ibu Bupati, sudah hampir satu setengah tahun kita menjalani hidup dengan kebiasaan baru sebagai dampak pandemi Covid-19. Banyak aspek kehidupan terpukul dan runtuh, tersapu wabah penyakit yang mendunia. Paling dominan pada aspek ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. 

Keberanian Ibu menerapkan kebijakan tidak populis, selaku Ketua Satgas Covid-19 Kabupaten Banyuwangi, saya apresiasi sebagai langkah cepat dan tanggap seorang pemimpin. Meski, mungkin ibu juga sudah mendengar beberapa kecelakaan yang menimpa warga, sebab kurangnya pengawasan di lapangan akibat penerapan kebijakan  tersebut. 

Saya berharap, di sela kesibukan Ibu sebagai Kepala Daerah, ada staf atau kerabat yang mengingatkan atas berita-berita terbaru Banyuwangi. Khususnya menyangkut warga Ibu yang hampir tiga bulan ini harus mengetatkan ikat pinggang, karena berbagai aturan pemerintah, yang seringkali membingungkan. 

Warga yang senantiasa Ibu elu-elukan dalam jargon UMKM Naik Kelas. Iya Bu, mereka yang sangat mencintai Ibu, dan berharap mendapat limpahan berkah atas keterpilihan Ibu.

Jika mengamati pemberitaan media massa dan keluhan satu-dua pelaku UMKM di media sosial beberapa  hari terakhir, para bawahan Ibu dalam melakukan penertiban tampak telah menyebabkan munculnya kericuhan di masyarakat. Hari ini barangkali hanya riak kecil. Tapi bukannya ombak besar muncul dari gulungan riak-riak kecil, Bu?  

Ini adalah keprihatinan saya atas kinerja bawahan di bawah kepemimpinan Ibu. Utamanya mereka yang tergabung dalam Satuan Tugas Ketertiban, Ketenteraman Umum, dan Perda (Satgas KKUP). Bukan bermaksud melancangi, namun sejauh pengetahuan yang saya miliki, tidak ditemukan satu klausul  dalam peraturan perundang-undangan di negara kita yang mengatur pembentukan Satgas KKUP. 

Apalagi, hanya melalui keputusan pejabat pelaksana tugas (Plt), yang menurut SE BKN Nomor l/SE/I/2021 tidak berwenang mengambil keputusan bersifat strategis. Seperti halnya SK Kasatpol PP Nomor  188/3605/KEP/429.119/Tahun 2021 Tentang Pembentukan Satgas KKUP ini, yang dalam hemat saya bersifat strategis karena berdampak pada perubahan rencana kerja pemerintah, dan tentunya alokasi anggarannya.

Saya justru sangat mengapresiasi langkah yang ditempuh kepala-kepala desa dengan menerbitkan Peraturan-peraturan Desa tentang PPKM dan Pelaksanaan Posko Penanganan Covid-19. Nampak langkah sinergis dan integratif antara perangkat pemerintah dan komponen masyarakat di desa. 

Sayangnya, tidak satupun dari Perdes-perdes tersebut yang mencantumkan Perda ataupun Perbup terkait, sebagai dasar hukum yang setingkat lebih tinggi dalam fungsi legal norm control mechanism.

Jika diperkenankan mengajukan usul, ada beberapa regulasi otoritatif yang barangkali dapat Ibu lakukan,  di antaranya:

1. Melakukan executive review dan membatalkan SK Kasatpol PP Nomor 188/3605/KEP/429.119/Tahun  2021 Tentang Pembentukan Satgas KKUP sebagai upaya menghindari konflik norma, serta menggantinya dengan keputusan terbaru Bupati tentang Satgas Linmas dengan tambahan mekanisme penanganan tanggap darurat Covid-19, sebagaimana diatur Permendagri Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat Serta Perlindungan Masyarakat (Lex Superior derogate Legi Inferiori). 

2. Bersama DPRD Banyuwangi melakukan percepatan atas perubahan Perda Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, dengan memasukkan unsur penanganan tanggap darurat Covid-19 yang aspiratif, humanis dan berkearifan lokal.

3. Menerbitkan Peraturan Bupati tentang PPKM yang prediktif dan memperhatikan prinsip Regulatory Impact Assessment. Mengingat ketentuan Kemenkes Nomor HK.01.07/MENKES/4805/2021 Tentang 

Indikator Penyesuaian Upaya Kesehatan Masyarakat Dan Pembatasan Sosial Dalam Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), mengindikasikan sebuah proses panjang untuk tercapainya Level-0 yang menghapuskan semua bentuk pembatasan sosial.

4. Mengambil celah diskresi kebijakan untuk melonggarkan pertemuan tatap muka pada lembaga-lembaga pendidikan, serta ruang pekerjaan pada umumnya dengan tetap menerapkan prokes ketat dan pengawasan melekat (humanitarian & protection principles).

Saya meyakini, regulasi yang benar dengan penerapan yang baik, akan berdampak pada terciptanya kehidupan sosial masyarakat yang harmonis. Pendekatan agresif berupa ancaman dan hukuman dalam penegakan regulasi terkait Covid-19 selama ini, sangat berpotensi munculnya penolakan dan perlawanan masyarakat. Hal yang akan membuat upaya pemulihan ekonomi dan sosial menjadi semakin lama.

Demikian surat terbuka ini saya sampaikan, mewakili diri sendiri dan sebagian dari warga Ibu yang secara  umum merasakan dampak pandemi, dan khususnya penegakan pranata hukum selama pemberlakuan PPKM yang entah sampai kapan selesai.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penulis adalah Advokat dan Konsultan Politik.