Waspada! Amandemen UUD 1945 untuk Mengokohkan Kekuasaan

Ilustrasi/Ist
Ilustrasi/Ist

SEKRETARIS Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noer mengungkap, Presiden Joko Widodo menolak amandemen UUD 1945, baik seluruh maupun terbatas. Termasuk perpanjangan masa jabatan presiden.

Hal itu disampaikan ketika Presiden Jokowi mengundang partai koalisi pemerintah non parlemen ke Istana. Jokowi menggelar pertemuan dengan PBB, Perindo, Hanura, PSI, dan PKPI, Rabu (1/9).

Meskipun demikian, PBB menyatakan Yusril Ihza Mahendra siap membantu Presiden jika akan melakukan amandemen. 

Yusril, menurut sekjennya, akan memberikan kontribusi jika amandemen diberlakukan.

Pertemuan ini adalah tindak lanjut, setelah sebelumnya PSI menyerang kehadiran PAN di Istana. 

PSI yang tidak diundang, merasa diabaikan walaupun peranannya mendukung Jokowi tidak bisa dianggap kecil.

Rakyat tentu saja tidak percaya Presiden Jokowi tidak menghendaki amandemen. 

Tindakan Jokowi mengundang 7 parpol koalisi dilanjutkan mengumpulkan parpol pendukung non parlemen, justru menguatkan posisi Presiden yang menginginkan amandemen untuk mengokohkan kekuasaannya.

Sebelumnya, Pimpinan MPR RI juga diundang ke Istana Presiden untuk membicarakan amandemen. 

Padahal, tidak ada urgensinya MPR RI lapor atau sekedar berkonsultasi ke Presiden untuk wacana amandemen konstitusi.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan akhirnya juga membocorkan pertemuan tujuh pimpinan parpol dengan Jokowi terkait wacana amandemen. Padahal, hal ini sebelumnya dinegasikan oleh Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate.

Sebelum konsolidasi politik melalui partai politik dilakukan, sejumlah lembaga survei juga telah menebar wacana Jokowi tiga periode melalui narasi JokPro 2024. 

Semua indikator tersebut mengkonfirmasi, bahwa Tuan Presiden memiliki kehendak kuat untuk mengokohkan syahwat kekuasaannya melalui amandemen konstitusi.

Modusnya, melakukan amandemen dengan memberikan wewenang kepada MPR untuk menjalankan PPHN dan kemudian pengokohan jabatan Presiden hingga 2027 melalui produk hukum TAP MPR. 

Atau, mengamandemen periode jabatan Presiden dari dua periode menjadi tiga periode sehingga 2024 Jokowi bisa nyapres lagi.

Miris sekali, kekuasaan yang gagal minta diperpanjang masanya.

Kita sebagai rakyat yang memiliki akal sehat, tentu saja tidak terima dengan semua skenario ini. 

Karena itu, segenap rakyat wajib melawan sebelum semuanya terjadi dan segala ikhtiar menjadi sia-sia. 

Ingat! kejahatan bukan terjadi hanya karena banyaknya orang jahat. Tetapi juga karena diamnya orang baik yang memberikan legitimasi kepada kejahatan.

Ahmad Khozinudin

Sastrawan Politik