Bersaing Tingkat Nasional, 5 Mahasiswa Unesa Ciptakan Aplikasi E- Batik Nusantara

Mahasiswa Unesa menunjukan aplikasi e Batik/ist
Mahasiswa Unesa menunjukan aplikasi e Batik/ist

Membanggakan, lima Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menciptakan inovasi Aplikasi E- Batik Nusantara.


Ke lima mahasiswa itu ialah Aas Nafilah Ilmi, Novan Ari Pradana, Moch. Anan Charismadeyanto, Maharani Syahdilla Putri W , Ama Fatmala.

Aplikasi E- Batik Nusantara ini merupakan inovasi berbasis Metode Augmented Reality Berbantuan Combine Close. 

"Sebagai usaha strategi resiliensi budaya pada generasi gentennials yang dianggap mudah sekali untuk menerima pengaruh negative budaya luar," jelas, Aas Nafilah Ilmi, pada Kantor Berita RMOL Jatim, Selasa (7/9).

Menurutnya, implementasi media edukasi e-batik nusantara ini dilakukan dengan skala luas di SMP Muhammdiyah 5 Surabaya.

" Teknis penggunaan media ini, berawal dengan Fitur pertama yaitu home yang menampilkan menu materi, permainan, dan tentang aplikasi," jelasnya.

Setelah diklik pada button masuk lanjutnya,  akan muncul peta Indonesia. Pada fitur ini jika klik di salah satu provinsi akan muncul ikon model berbaju batik ciri khas provinsi, filosofi, dan nama batik dari provinsi tersebut. 

"Model ini bisa digerakkan menggunakan jari karena berbasis 3D. Pada fitur permainan ketika diklik akan muncul lima pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik," terang dia.

Artinya, pada fitur tentang aplikasi akan muncul penjelasan mengenai pengenalan motif batik dan maknanya dari 34 provinsi di Indonesia dengan tujuan agar pengguna aplikasi ini memahami dan mencintai budaya batik. 

"Selain itu juga ditampilkan nama pengembang aplikasi.  Media edukasi e-batik nusantara berbasis augmented reality berbantuan combine close ini terdapat penambahan lagu daerah dari 34 provinsi," papar Nafilah.

Selain itu, lagu daerah di aplikasi tersebut bertujuan menguatkan motivasi dan ketertarikan peserta didik untuk mempelajari filosofi motif batik nusantara.

"Alhamdulillah untuk uji coba yang sudah dilakukan mendapat apresiasi yang sangat baik sehingga media pembelajaran yang kami buat sangat layak untuk diimplementasikan kepada peserta didik," katanya.

Berdasarkan survei The Asian South Pacific Bureau of Adult Education and The Global Campaign for Education, Indonesia menduduki peringkat 10 dari 14 negara Asia Pasifik. 

"Apabila dikalkulasi, Indonesia hanya mencapai 42 dari 100 skor maksimal," ungkap dia.

Selain itu, capaian Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia tahun 2018, berada pada kuadran low performance dengan high equity. Pendidikan Indonesia masih berkutat pada persoalan kognitif 

"Sehingga belum mampu membentuk karakter peserta didik yang relevan dengan budaya bangsa (Suyitno, 2012). Dengan adanya era globalisasi membuat budaya lokal yang ada di Indonesia semakin mengalami krisis salah satunya adalah batik," pungkasnya.