Wacana TNI-Polri Mengisi Plt Kepala Daerah, Pengamat: Jangan Cawe-cawe Urusan Sipil

Pengamat politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga/Net
Pengamat politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga/Net

Muncul wacana Pelaksanaan Tugas (Plt) dari unsur TNI dan Polri mengisi kekosongan 271 pimpinan daerah definitif pada tahun 2022 dan 2023.


Namun menurut pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, wacana tersebut tidak menjadi masalah bila TNI dan Polri yang dijadikan Plt daerah sudah berstatus pensiun. Mereka ini haknya sudah sama dengan warga sipil, yang diperbolehkan memimpin lembaga non-TNI dan Polri.

Sebaliknya, tidak semua pensiunan TNI-Polri layak menjadi Plt Gubernur atau Plt Bupati atau Plt Walikota.

Mereka yang punya kapabilitas, integritas, amanah, dan memahami daerah tersebut yang sebaiknya diangkat menjadi Plt. Pimpinan seperti ini akan lebih diterima dan mampu melanjutkan pembangunan sesuai yang sudah direncanakan.

"Meskipun diperbolehkan, sebaiknya pensiunan TNI dan Polri hanya diberikan menjabat plt daerah bila sudah tidak ada lagi warga sipil yang mampu," kata Jamiluddin dalam keterangannya dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (2/10).

Pemerintah, kata Jamiluddin, sebaiknya memprioritaskan warga sipil yang memenuhi kemampuan dan netralitas. Agar para Plt nantinya tidak ikut cawe-cawe dalam Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak 2024.

Kekhawatiran itu menguat karena ada kemungkinan para Plt Daerah digunakan untuk memenangkan parpol tertentu baik pada Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak 2024. Semua kemungkinan itu harus dicegah dari awal agar pemilu 2024 tetap berjalan jujur dan adil.

"Namun bagi TNI dan Polri yang masih aktif tentu tidak diperbolehkan menjadi Plt daerah. Mereka ini dilarang perundang-undangan berpolitik praktis, yang salah satunya menjadi Plt daerah," tegas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Selain itu, TNI dan Polri di era reformasi sudah tidak diperbolehkan melaksanakan dwifungsi. TNI hanya melaksanakan pertahanan dan Polri hanya fokus mengurus keamanan.

"Karena itu, TNI dan Polri aktif tidak boleh cawe-cawe urusan sipil, seperti yang terjadi di Orde Baru (Orba). Tentunya TNI dan Polri aktif tidak mau menghianti amanah reformasi," pungkasnya.