Nur Alimah, Peraih Emas Sea Games Filipina Itu Kini Sandang Sarjana Kedokteran

Nur Alimah bersama orang tuanya/Ist
Nur Alimah bersama orang tuanya/Ist

Tidak banyak orang yang sukses di dua bidang yang bersebrangan sekaligus. Dari yang tidak banyak itu nama Nur Alimah Priambodo adalah satu di antaranya.


Peraih medali emas di Cabang Sky Air dalam Sea Games di Filipina tahun 2019 itu, kini menyandang gelar sarjana kedokteran (S.Ked), selangkah lagi di depan namanya menggunakan kata dokter (dr).

Nur Alimah Priambodo tercatat sebagai salah satu wisudawati dari 600 wiudawan yang dikukuhkan oleh Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) pada 30 Oktober lalu. 

“Mungkin bisa dibilang istimewa, bisa sukses dalam karir sebagai atelit sekaligus berhasil meraih gelar sarjana kedokteran. Tapi bagi saya ayahnya, Nur Alimah memang sudah sejak dalam kandungan ditempa dengan kehidupan disiplin dan mandiri,” cerita Rahardjo Priambodo, sang ayah saat mendampingi Nur Alimah, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (5/11).

Alimah, begitu ia biasa dipanggil, lanjut cerita Sang Ayah, bibit-bibit putrinya disiplin dan mandiri sudah dirasakan oleh ayah dan ibunya --Nunik Nurdiati-- sejak dalam kandungan. 

“Saat saya mengandung Alimah penuh dengan keperihatinan, mencari nafkah hingga merantau ke Palembang dan Padang. Saya berharap bisa lahir di kota Padang, tapi ternyata malah di Sidoarjo, dua minggu setelah pulang dari Padang. Waktu itu kami mencari kehidupan sebagai atelit di Sumatera Barat,” kata Sang Ibu, mengenang saat mengandung anak ketiganya itu.

Kami sebagai orang tua, lanjut Nunik Nurdiati yang juga atelit sky air pada zamannya tahun 1980-an, tidak mengira jika Alimah memilih Fakultas Kedokteran dalam melanjutkan studinya. 

“Waktu itu dia telepon ke saya, Mama……aku sudah di Kampus Unusa masuk Kedokteran, tolong dibuatkan surat keterangan dari orang tua. Saya waktu itu sedang di kantor kaget juga, tapi karena ini keinginan anak, langsung saya buatkan saat itu juga,” kata Sang Ibu.

Apa alasan Nur Alimah Priambodo masuk ke FK Unusa? 

“Waktu itu saya kepingin mengikuti jejak kakak yang sudah menjadi dokter gigi. Kalo kakak bisa sebagai atelit sekaligus menyelesaikan studi menjadi dokter gigi, saya pun harus bisa. Jadi yang memotivasi saya adalah kakak yang sudah lulus dokter gigi. Tapi kaka memang sempat meninggalkan kegiatannya sebagai atelit untuk memilih kuliah,” kata putri ketiga pasangan atelit sky air, Rahardjo Priambodo dan Nunik Nurdiati.

Apa yang didapatkan Alimah saat menjalankan studi sekaligus bertepatan dengan penggemlengan atelit di pelatnas untuk mempersiapkan diri ke pesta olah raga Sea Games di Filipina tahun 2019? 

“Saya bernasib baik, dua pilihan ikut pelatnas atau kuliah bisa saya jalankan berbarengan, karena baik pelatih maupun kampus memberikan beberapa dispensasi, tapi saya yang harus berkorban tenaga dan waktu juga biaya, karena harus bolak-balik, Kampus-Pelatnas, Surabaya-Jakarta, karena keduanya sama pentingnya,” katanya.

Tapi Alimah bersyukur, kata gadis kelahiran Sidoarjo, 29 Agustus 1998 menambahkan, ia mendapatkan sahabat yang baik dan mau berbagi catatan kuliah, ppt dari dosen dan dosennya juga memberi kelonggaran untuk bisa mengikuti kuliah tambahan. 

“Di pelatnas pun demikian saya mendapat dispensasi dari pelatih dan mendapat support dari rekan-rekan sesama atelit.”

Bagi Alimah kata mengungkapkan, seseungguhnya antara kuliah sebagai mahasiswa dan atelit sky air, taka ada bedanya bisa berjalan beriringan, karena sama-sama menuntut disiplin yang tinggi. 

Latihan sebagai atelit selain dibutuhkan kedisplinan juga kekuatan fisik dan keberanian, demikian juga menjadi mahasiswa kedokteran, disiplin dan konsentrasi penuh menjadi syarat utama.

“Mungkin pada semester-semester awal kami hanya belajar dari teks book, tapi kini saya harus berhadapan dengan pasien langsung. Tentu lebih sulit karena tiap orang punya karakter berbeda. Kalau atelit menghadapi peralatan yang sama, tapi selalu berubah sesuai dengan teknologi berkembang. Sebelumnya penariknya dikenadlikan boat oleh manusia, sekarang digerakan melalui kawat dan mesin yang dituntut untuk segera bisa beradaptasi. Jadi sebenarnya tantangannya sama, tinggal kemampuan kita untuk beradaptasi,” kata pengeoleksi empat emas dan dua perunggu untuk PON dan satu emas untuk Sea Games.

Bercerita tentang ketertarikannya pada olahraga sky air, sarjana kedokteran yang ingin memperdalam spesialis anak ini mengatakan, awalnya karena sering diajak saat ibu dan ayahnya berlatih, lama ke lamaan tertarik untuk ikut.

 “Jadilah kami sebagai keluarga besar atelit sky air di Jawa Timur, dari mulai kakek, orang tua hingga saya juga kakak-kakak,” katanya.