Jubir Presiden Disarankan Harus Bebas dari Kepentingan Pragmatis

Komunikolog Emrus Sihombing/Net
Komunikolog Emrus Sihombing/Net

Presiden Joko Widodo disarankan segera menunjuk pengganti Fadjroel Rachman sebagai Jurubicara yang kini telah menjadi Dutabesar Indonesia untuk Kazakhstan.


"Sebagai negara demokrasi, harus mutlak ada jurubicara," ujar komunikolog, Emrus Sihombing, diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/12).

Namun, Jokowi tak bisa sembarangan menempatkan orang baru di posisi jubir. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi Jubir Presiden.

Dikatakan Emrus, jurubicara yang akan ditunjuk Presiden Jokowi nantinya harus seorang yang faham soal filsafat politik dan lugas dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat.

"Artinya, bukankah Jurubicara itu jabatan yang harus dipegang oleh komunikolog? Karena dia bisa mengelola komunikasi dengan konsep, teori dasar dan filsafat komunikasi," paparnya.

Termasuk juga, kata dia, jurubicara presiden tidak boleh diambil dari kalangan partai politik. Hal ini untuk menjaga netralitas jurubicara dari kepentingan politik tertentu.

"Kedua, jangan orang partai, kenapa? Supaya benar-benar jurubicara tidak punya kepentingan pragmatis, tidak punya kepentingan dari partai dia berasal," sambung akademisi Universitas Pelita Harapan ini.

Saat disodorkan nama Johan Budi yang dikabarkan akan dipilih Presiden Jokowi untuk menjadi jurubicara, Emrus pun tegas mengatakan itu tidak tepat.

"Kalau saya berpendapat, kalaupun Johan Budi, saya menyarankan tempatkanlah the right man in the right place dari sudut kapabilitas. Sorry, Johan Budi background-nya bukan sarjana komunikasi itu," tandasnya.

Johan Budi memang pernah menjadi Jurubicara Presiden Jokowi sebelum aktif sebagai anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.


ikuti update rmoljatim di google news