Bacakan Pledoi, Mantan Penyidik KPK Ngaku Terima Duit dari Azis Syamsuddin

Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Patujju/Net
Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Patujju/Net

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin Pattuju mengaku telah melakukan perbuatan penipuan dan menerima uang dari enam orang.


Keenam orang yang dimaksud yaitu, Muhammad Azis Syamsuddin saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI; Aliza Gunado selaku kader Partai Golkar; Ajay Muhammad Priatna selaku Walikota Cimahi; Usman Effendi selaku Direktur PT Tenjo Jaya; Rita Widyasari selaku Bupati Kutai Kartanegara (Kukar); dan Muhammad Syahrial selaku Walikota Tanjungbalai.

Hal tersebut diakui Robin dalam sidang pembacaan nota pembelaan pribadi atau pledoi dari terdakwa Robin usai dituntut oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/12).

Dalam awal pledoinya, Robin mengaku menyadari dan menyesali semua perbuatan yang sudah dilakukannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak yang dirugikannya dalam perkara suap yang para pemberi suapnya yaitu, Syahrial, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, Ajay, Usman, dan Rita Widyasari.

"Yang Mulia Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum yang saya hormati, saya menyadari bahwa perbuatan yang saya lakukan adalah penipuan yang telah merugikan banyak pihak," ujar Robin saat membacakan pledoinya.

Robin pun selanjutnya membeberkan penerimaan uang dari keenam orang tersebut secara rinci.

Yaitu, penerimaan dari Syahrial. Di mana, Syahrial meminta bantuannya agar penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungbalai dan perihal temuan BPK tentang pembangunan jembatan tidak naik ke tahap penyidikan di KPK.

Setelah berdiskusi dengan Maskur Husain selaku pengacara, akhirnya Maskur meminta imbalan atau fee sebesar Rp 1,7 miliar yang kemudian disampaikan Robin kepada Syahrial.

"Atas permintaan tersebut, saudara M. Syahrial menyanggupi dan bersedia membayar secara bertahap. Total uang yang kami terima dari saudara M. Syahrial adalah sebesar Rp 1,695 miliar yang kemudian dibagi saudara Maskur Husain menerima Rp 1,205 miliar dan saya menerima Rp 479 juta. Atas uang-uang yang kami terima tersebut, saya dan saudara Maskur Husain tidak melakukan tindakan apa-apa," jelas Robin.

Selanjutnya penerimaan dari Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado. Pada awal Agustus 2020, Robin bersepakat dengan Maskur untuk menyampaikan perihal perkara Lampung Tengah (Lamteng) kepada Azis dengan menyampaikan bahwa nama Azis akan disebut-sebut dalam perkara Lamteng dengan tersangka Mustafa. Informasi tersebut kata Robin, didapatkan oleh Maskur dari internet.

"Dan tujuan kami menyampaikan kepada saudara M. Azis Syamsuddin adalah untuk memperdaya dan menakut-nakutinya. Setelah mendengar hal tersebut pada tanggal 3 sampai 5 Agustus 2020, saudara M. Azis Syamsuddin memberikan uang pinjaman sebesar Rp 200 juta yang ditransfer ke rekening BCA milik saudara Maskur Husain. Uang tersebut kemudian saya bagi dua dengan saudara Maskur Husain yaitu masing-masing bagian Rp 100 juta," terang Robin.

Kemudian penerimaan dari Ajay. Di mana, pada pertemuan antar Robin dan Ajay pada sekitar pertengahan Oktober 2020, Ajay menyampaikan kepada Robin bahwa Ajay mendapat informasi dari temannya yang bernama Yadi tentang adanya penyelidikan KPK terkait urusan bansos Covid-19 di Kabupaten Bandung Barat. Namun, Robin mengaku tidak mengetahui kebenarannya.

"Saya hanya mengingatkan saudara Ajay Muhammad Priatna untuk berhati-hati dan tidak main proyek APBD Kota Cimahi. Setelah berdiskusi dengan saudara Maskur Husain via telepon, saya dan saudara Maskur Husain meminta uang sebesar Rp 500 juta kepada saudara Ajay Muhammad Priatna sebagai yang persaudaraan," terang Robin.

Permintaan itu disanggupi Ajay. Sehingga, total uang yang diterima Robin dan Maskur dari Ajay sebesar Rp 507.390.000 yang kemudian dibagi. Maskur menerima RP 425 juta, sedangkan Robin menerima Rp 82.390.000.

"Setelah menerima uang tersebut saya dan saudara Maskur Husain tidak melakukan tindakan apa-apa karena saya tidak mengetahui tentang perkara bansos Covid-19 di Kabupaten Bandung Barat dan saya tidak termasuk kedalam Satgas Penyidikan yang menangani perkara tersebut," kata Robin.

Lalu penerimaan dari Usman Effendi. sekitar awal Oktober 2020, Robin dan Usman bertemu di Restoran Puncak Pass. Usman menyampaikan bahwa dirinya mendapat informasi tentang kemungkinan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Informasi tersebut langsung disampaikan Robin kepada Maskur dan dijawab oleh Maskur bahwa bersedia membantu Usman dengan imbalan sebesar Rp 500 juta yang kemudian Usman sepakat untuk memberikan uang sebesar RP 350 juta yang akan diberikan secara bertahap.

"Untuk urusan tersebut, saudara Usman Effendi telah mengirimkan total yang sebesar Rp 425 juta kepada saya dan saudara Maskur Husain. Kemudian pada bulan April 2021, saudara Usman Effendi bertemu dengan saya dan saudara Maskur Husain di Bandung untuk meminta bantuan saudara Maskur Husain untuk membuat kontra memori Kasasi milik saudara Wahid Husein dan memberikan uang sebesar Rp 100 juta kepada saya dan saudara Maskur Husain," tutur Robin.

Uang Rp 525 juta dari Usman Effendi tersebut dibagi. Di mana, Maskur mendapat Rp 272.500.000. sedangkan Robin mendapat Rp 252.500.000.

"Setelah menerima uang tersebut, saya dan saudara Maskur Husain tidak melakukan tindakan apa-apa," kata Robin.

Selanjutnya penerimaan dari Rita Widyasari. Pada akhir Juli 2020, Robin mengaku bertemu dengan Azis Syamsuddin di Lapas Anak Wanita Tangerang untuk mengambil dokumen milik klien Maskur yang bernama Musyadad. Pada saat itu, Azis sedang berbicara dengan seseorang yang kemudian diketahui bernama Rita Widyasari.

Pada keesokan harinya kata Robin, dirinya kembali datang ke Lapas tersebut bersama Maskur untuk menawarkan jasa Maskur sebagai kuasa hukum Rita untuk mengurus pengajuan peninjauan kembali (PK).

Kemudian, Rita menyetujui permintaan Maskur untuk mejadi kuasa hukumnya namun belum bisa memberikan fee sebesar Rp 10 miliar yang diminta oleh Maskur.

Rita kemudian berjanji apabila pengajuan PK disetujui, maka bersedia membayar dua kali lipat dari seluruh biaya yang dikeluarkan.

"Kemudian meminta saya dan saudara Maskur Husain untuk mencari pendana untuk menalangi kebutuhan Rp 10 miliar tersebut. Saya dan saudara Maskur Husain berhasil bertemu dengan seorang pendana bernama Nanang yang memberikan pinjaman dana sebesar Rp 5,287 miliar dan saudara Usman Effendi yang memberikan pinjaman dana sebesar Rp 3 miliar," ungkap Robin.

Dari total dana yang telah diterima dari Nanang sebesar Rp 5,286, Maskur mendapat bagian sebesar Rp 4,35 miliar dan Robin mendapat Rp 937 juta.

"Sedangkan yang diberikan oleh saudara Usman Effendi sebesar Rp 3 miliar seluruhnya diterima oleh saudara Maskur Husain," pungkas Robin seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.

Dalam perkara ini, Robin dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan karena dianggap terbukti menerima suap sebesar Rp 11 miliar lebih dan USD 36 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

Selain itu, Robin juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2.322.577.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah satu bulan putusan memperoleh hukum tetap.

Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk memenuhi uang pengganti, maka dipidana penjara selama dua tahun.