PPBN Berharap Presiden Lebih Bijaksana Respon Keluhan Petani dan Pelaku Usaha

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

Belum lama ini, Presiden Jokowi bertemu dengan para petani bawang di Desa Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.


Dalam pertemuan pada  Selasa (14 /12), Jokowi menerima keluhan para petani yang enggan menanam bawang putih karena harganya turun, disebabkan masuknya impor bawang putih pada saat panen.

Seketika itu, Jokowi langsung menelepon Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi. Mendapat telepon itu, Mendag merespon keluhan petani itu dan akan mengirimkan tim untuk mengecek.

Terkait aduan petani di Temanggung ke Jokowi itu, Perwakilan Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) Mulyadi angkat bicara. 

"PPBN mendukung program swasembada pangan, namun khusus bawang putih  belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri," jelasnya, melalui keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Senin (12/14)

Karena, sambung Mulyadi, Program swasembada bawang putih mulai Tahun 2017 hingga 2021 itu adalah program swasembada bibit. 

"Sehingga seluruh hasil panen dari petani itu, dialokasikan untuk bibit bawang putih. Namun program dari Kementerian Pertanian itu gagal. Sehingga mau tidak mau harus impor," terangnya.

Mulyadi menyebut, impor bawang putih memang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai 509.621 ton per tahun.

Menurut dia, penyebab meningkatnya impor, pertama karena daerah yang dapat menjadi sentra produksi bawang putih hanya di Temanggung, Cianjur, Lombok timur, Magelang, Karanganyar. Sedangkan daerah lain hanya potensi. Sedangkan ketersedian lahan saat ini 14 ribu dari total kebutuhan lahan 70 ribu hektar.

Kedua, wajib tanam bawang putih 5% dari jumlah kouta impor yang diperoleh pelaku usaha, walaupun wajib tanam ini gagal. Ketiga, masuknya rekomendasi impor bibit Great Black Leaf (GBL) dari Taiwan yang volumenya sekitar 1.685 ton. 

"Kami mengapresiasi respon Presiden yang begitu cepat. Tapi kami kawatir Presiden belum mendapatkan informasi yang lengkap tentang problem hortikuktura ini. Sehingga kami berharap Presiden lebih bijaksana dalam merespon keluhan petani, serta mendengar masukan dari para pelaku usaha," ungkapnya.

Mulyadi menambahkan, harga bawang putih dalam negeri lebih mahal dibanding bawang putih impor. Bawang putih dalam negeri, selain kecil, harganya kisaran Rp 35 sampai 60 ribu per kilo. Sedangkan (bawang putih) impor hanya Rp 18 ribu. Mentok Rp 20 ribu. Saat ini malah Rp 17,5 ribu.

"Biaya wajib taman bawang putih mencapai Rp 70- RP 100 juta, dan produktivitasnya harus menghasilkan 6 ton per hektar," bebernya.

Sedangkan, lanjut Mulyadi, biaya wajib tanam dan biaya lainnya dibebankan kepada konsumen. Otomatis harga bawang putih lokal lebih mahal.

Sehingga menurutnya, peristiwa di Temanggung itu menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah yang tidak kunjung selesai sejak diberlakukan sistem kuota. 

Di mana pemerintah ingin memenuhi harapan petani, tapi di sisi lain konsumen dan masyarakat akan dirugikan, karena membeli bawang putih dalam negeri dengan harga mahal.

"Akibat peristiwa Temanggung, harga bawang putih sudah mulai naik, kasihan konsumen sekarang kena imbasnya," sambung dia.

Sementara untuk bawang merah, Mulyadi menyebut bahwa sejak Tahun 2016, pelaku usaha memang sudah tidak melakukan impor. 

"Karena pemerintah sudah menerapkan pembatasan untuk impor bawang merah," pungkasnya.