Pakar HAM: UU PSDN Melanggengkan Militerisme

Pelantikan komponen cadangan/Ist
Pelantikan komponen cadangan/Ist

Keberadaan UU 232019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (UU PSDN) adalah antitesis bagi satu negara hukum yang menganut paham demokrasi.


Begitu kritik pakar Hak Asasi Manusia (HAM) R. Herlambang Perdana Wiratraman yang disampaikan dalam sebuah diskusi untuk membedah UU PSDN dalam prespektif politik, hukum, dan HAM, yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bekerjasama dengan Imparsial, Kamis (14/4).

"Dan tanda-tandanya pendekatan politik hukum itu akan menguatkan militerisme dan politik legislasi asal suka-suka," ujar Herlambang.

Herlambang memandang, UU PSDN ibarat menu pesta fasisme. Menu ini mensubordinasi hak-hak warga negara.

"Elit tidak punya imajinasi negara ke depan, yang menghormati HAM. Dan UU PSDN ini akan melanggengkan militeristisme," terangnya.

Ditambahkan Al Araf, selaku Ketua Centra Initiative, keberadaan UU PSDN ini penting untuk digugat karena ada hak warga negara yang diambil secara paksa oleh negara dan dibarengi dengan ancaman pidana dalam pembentukan komponen cadangan.

Al Araf menyarankan, sebaiknya anggaran pertahanan difokuskan untuk modernisasi alutsista dan bukan untuk membentuk komponen cadangan. Karena kondisi komponen utama khususnya alutsista Indonesia masih terbatas dan memprihatinkan .

"UU ini masih mengandung subtansi bermasalah yang mengancam hukum, HAM dan keamanan. Hakim Konstitusi harus membaca ini dengan baik," tandasnya. 

"Jadi kalau negara ada anggaran sebaiknya digunakan untuk membangun komponen utama yakni TNI bukan membentuk komponen cadangan," katanya.

Lebih lanjut, Al Araf menambahkan, bahwa di beberapa negara, komponen cadangan hanya mengatur sumber daya manusia. Bukan sumber daya alam dan buatan. Sehingga tidak perlu mengatur komponen sumber daya alam dan buatan dalam UU PSDN.