Fraksi Gerindra DPRD Tuban Minta Hak Pendidikan Santriwati Korban Pencabulan Dipenuhi

Ketua Komisi IV DPRD Tuban Hj Tri Astuti/RMOLJatim
Ketua Komisi IV DPRD Tuban Hj Tri Astuti/RMOLJatim

Ketua Komisi IV DPRD Tuban DPRD Tuban Hj Tri Astuti berharap agar santriwati berinisial M (14), korban pencabulan hingga melahirkan anak yang diduga dilakukan anak kiai AH (21), tidak putus sekolah.


Tri Astuti mendorong dinas pendidikan untuk memperjuangkan hak-hak pendidikan anak tersebut. Hal tersebut sesuai dengan amanah UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

“Kita akan terus mengawal hak pendidikan anak harus terpenuhi, jangan sampai putus sekolah,” ujar Tri Astuti, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, kamis (4/8)

Anggota Fraksi Partai Gerindra itu mengaku bahwa santriwati ini masih berkeinginan untuk melanjutkan sekolah. Sehingga, dewan telah melakukan koordinasi dengan dinas pendidikan untuk mengupayakan dan menjamin pendidikannya.

“Kami telah melakukan koordinasi bersama Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Dinas Pendidikan agar mengupayakan jaminan pendidikan untuk anak ini jangan sampai dia putus sekolah. Karena masa depannya masih panjang dan hak perlindungan dan hak pendidikannya juga harus dijamin,” tegasnya.

Politikus perempuan asal Kecamatan Plumpang itu kembali menerangkan jika dirinya bersama tim dinas telah berkunjung ke rumah korban pada beberapa hari kemarin. Kunjungan tersebut dalam rangka untuk memberikan konseling dan motivasi pada anak di bawah umur tersebut.

“Kunjungan ke rumah kali ini dalam upaya pendampingan agar anak ini tetap memiliki percaya diri, tetap memiliki keinginan untuk sekolah, dan agar tidak menjadi korban bullying. Sekaligus menjamin agar anak ini tetap bisa sekolah,” ujarnya.

Untuk diketahui, seorang santriwati berinisial M (14) jadi korban pencabulan yang diduga dilakukan AH (21), seorang anak kiai di wilayah Kecamatan Plumpang, Tuban.

Aksi pencabulan tersebut terjadi pada saat korban bermalam dan tidur di pondok pesantren.

Hingga akhirnya, korban hamil dan harus melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat 2,90 kilogram di puskesmas, Selasa (19/7/2022).

Setelah menjadi perhatian publik, sang anak kiai bersedia menikahi korban secara siri pasca melahirkan, Sabtu (23/7/2022).

Pihak kepolisian menjelaskan alasannya nikah siri dilakukan diawal karena permohonan dispensasi nikah anak di bawah umur masih proses di Pengadilan Agama Tuban.

Pihak kepolisian juga mengungkapkan kedua pihak keluarga telah membuat surat pernyataan tidak menuntut hukum karena minta diselesaikan secara kekeluargaan.