Ayo Berani Audit Satgassus, Kapolri Hebat!

Kapolri Jenderal Listyo Sigit / net
Kapolri Jenderal Listyo Sigit / net

KITA patut apresiasi kejujuran Kapolri dalam menangani kasus terbunuhnya Brigadir Joshua yang melibatkan Irjen Pol Ferdy Sambo. Kapolri menyatakan bahwa masih ada pengaruh Ferdy Sambo dalam institusi Polri sehingga menghambat proses penyidikan yang sedang berlangsung. 

Pengakuan jujur seorang Kapolri ini pun sontak telah melegitimasi dan memperlihatkan atas rapuhnya kualitas kepemimpinannya dalam menakhodai 450 ribu personel Polri dan juga ketidakberdayaannya dalam membersihkan kelompok Ferdy Sambo yang merusak citra institusi Polri.

Ketidakberdayaan ini sangat terlihat pada proses penanganan yang berjalan lamban dan seolah tidak ada keberanian menyentuh aktor-aktor intelektual yang selama ini berdiri tegak melindungi skenario jahat Ferdy Sambo.

Di tengah apatisme publik yang meluas, tak pernah lelah melalui akun IG pribadinya, Kapolri lagi-lagi memberikan peringatan akan mencopot dan menindak para anggotanya yang melakukan pelanggaran.

Jika merunut statement dan kegeraman Kapolri terhadap pelanggaran anggotanya peringatan itu sering diungkapkan berulang kali oleh Kapolri, antara lain saat rilis resmi Polri pada akhir tahun 2021, rapat dengan Komisi III DPR RI pada tanggal 24 Januari 2022, pada 24 Maret 2022 di Pusat Pendidikan Intelijen Keamanan Kabupaten Bandung, Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI pada 24 Agustus 2022, dan seterusnya.

Penegasan Kapolri yang dilakukan berulang kali ini mencerminkan bahwa perintahnya untuk melakukan pembersihan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran hukum dan kode etik profesi tidak sepenuhnya dijalankan bawahannya.

Dan ataupun memang begitu massifnya pelanggaran yang dilakukan anggotanya yang akan berdampak meruntuhkan wibawa institusi Polri. Jika demikian, maka Polri memiliki persoalan sistemik dari hulu hingga hilir dan tidak mungkin dilakukan kebijakan tambal sulam.

Bukan rahasia umum lagi bahwa ada banyak dugaan keterlibatan anggota Polri dalam kejahatan-kejahatan tertentu yang terjadi di tengah masyarakat. Misalnya judi online, pinjaman online, peredaran narkoba, perdagangan manusia, tambang liar, makelar kasus, makelar perijinan, perdagangan minyak ilegal, dan lain sebagainya.

Kuatnya dugaan keterlibatan ini dikarenakan peran Polri sebagai penegak hukum rentan terhadap godaan untuk mendamaikan kasus atas dasar kepentingan pragmatisme.

Tidak jarang banyak kasus-kasus yang seharusnya berlanjut sampai ke muka persidangan, justru diaborsi di tengah jalan ataupun kadang hanya penegakan hukum berdasarkan “pesanan” dengan mencari kambing hitam tanpa dasar asas hukum yang berkeadilan.

Fakta yang menarik adalah pembubaran Satgassus yang tidak adil dan transparan karena tidak diikuti dengan proses audit seluruh kegiatan dan aktor-aktor yang selama ini diduga abuse of power dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus hukum yang menjadi atensi pimpinan mulai dari judi online, pinjaman online, peredaran narkoba, perdagangan manusia, tambang ilegal, makelar kasus, makelar perijinan, TPPU hingga kejahatan keuangan lintas negara lainnya.

Awampun menduga bahwa kewenangan yang berlebih dan terkadang abuse of power, tidak jarang Satgassus dipakai sebagai mesin uang di Polri oleh kelompok tertentu, bahkan rumor yang beredar menjadi salah satu support capres tertentu.

Jika kebenaran ini terbukti maka Satgassus ataupun Polri telah menjelma menjadi kekuatan politik dan sangat bertentangan dengan sistem demokrasi.

Untuk menepis itu semua, maka Kapolri harus menjadikan Presisi menjadi bukti dalam membersihkan institusi Polri dari anasir-anasir politik selama ini dengan mengungkap dan mengaudit seluruh kegiatan dan kekayaan struktur Satgassus.

Kapolri cukup tegak lurus dan berpegang teguh pada UU 2/2002 dan Peraturan Kapolri 14/2011 tentang kode etik profesi dalam membersihkan insitusi Polri dari anasir politik dan kepentingan pragmatis.

Ini merupakan satu-satunya exit solution agar Polri kembali meraih kepercayaan publik, tanpa itu maka jangan harap penegakan hukum yang berkeadilan akan terjadi.

Jika Kapolri masih gamang dan ragu dalam membersihkan institusi Polri dari anasir politik dan kepentingan politik parpol maka dipastikan akan terus bermunculan Sambo-Sambo baru di smua level.

Sekali lagi Kapolri harus berani menchallenge dirinya untuk keluar dari jerat kepentingan politik praktis dalam membawa Polri sebagai institusi penegak hukum yang profesional.

Seharusnya Kapolri meletakan legacy inilah sebagai baktinya dalam mengembalikan marwah Polri.

Direktur Eksekutif Indonesian Club